Percepatan Transformasi Teknologi Pertanian Menuju 4.0 Harus Disegerakan

Prof Arif Satria, Rektor IPB University menyebutkan bahwa perkembangan teknologi yang dipicu oleh disrupsi revolusi 4.0 dalam konteks pertanian sudah harus dikembangkan. IPB University telah mewadahinya dalam konsep Agromaritim 4.0. Berbagai strategi pengembangan dan roadmap untuk lima tahun ke depan telah dikembangkan. Ia berharap inovasi agromaritim 4.0 dari IPB University dapat diimplementasikan di lapangan.

Dalam Webinar Propaktani “Update Perkembangan Teknologi Pertanian dalam Peningkatan Produktivitas dan Ketahanan Nasional” Rabu (7/9/2021) ini, ia menandaskan bahwa inovasi smart farming dan manajemen lingkungan teknologi 4.0 telah banyak dikembangkan oleh IPB University. Mulai dari traktor tanpa pengemudi, pemetaan, pemantauan kesehatan tanaman padi hingga sistem pendugaan masa panen secara presisi.

Semuanya terangkum dalam sistem produksi padi sawah cerdas, deteksi pintar kesehatan padi, SMARTSeeds layanan pintar pemupukan dan irigasi.

Dikatakannya, inovasi IPB University tidak hanya berhenti di bidang manajemen lingkungan, namun inovasi biomaterial, substitusi pangan, hingga sosial. Terutama di bidang sosial, IPB University telah mengembangkan Data Desa Presisi untuk diterapkan di desa-desa di Indonesia selama dua tahun. Program sociopreneurship yakni One Village One CEO juga dikembangkan untuk mengkonsolidasi Bumdes di tiap desa dan mendalami teknologi pertanian 4.0 pada petani kecil.

“Memang transformasi ini butuh suatu desain yang komprehensif. Telah saya sampaikan juga kepada pemerintah. Bersama-sama pemerintah maupun perguruan tinggi dan NGO (Non Governmental Organization) untuk melakukan proses percepatan transformasi karena 4.0 sudah menjadi keniscayaan,” terangnya dalam rilis IPB, Jumat (9/9/2021).

Ia menambahkan bahwa Indonesia harus belajar memanfaatkan momentum pandemi COVID-19. “Bukan soal ketepatan semata, namun kecepatan juga penting agar pembangunan pedesaan dapat segera diwujudkan. Petani tidak perlu memahami semua teknologi 4.0, namun setidaknya beberapa hal pokok wajib diketahui. Misalnya paham untuk mendeteksi hama penyakit tanaman menggunakan Smartphone Panen.

“Penerapan teknologi 4.0 yang lebih sulit seperti drone atau robot perlu diawali dan difasilitasi oleh lembaga pemerintah daerah atau lembaga nirlaba. Meningkatnya jumlah sociopreneur juga mampu membantu petani dalam pemanfaatan teknologi tersebut, ” tuturnya.

Menurutnya akan lebih baik lagi bila terdapat unit percepatan di tiap desa. Bisa melalui bantuan unit penyuluh, walau prosesnya dinilai lumayan rumit. Kebijakan terkait penggunaan teknologi 4.0 tersebut harus segera disiapkan seperti yang telah dikembangkan Taiwan. “Regulasi tidak boleh lamban merespon teknologi agar dapat mengantisipasi hantaman disrupsi di kemudian hari, ” ungkapnya.

Webinar ini digelar atas kerjasama antara Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian RI, Komite Pengusaha Mikro Kecil Menengah Indonesia Bersatu (KOPITU), Kedutaan Besar RI di Addis Ababa, Ethiopia, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), IPB University dan Propaktani TV. [] Hari