Ribuan petani muda menjalani prosesi wisuda di Institut Pertanian Bogor (IPB University), Kabupaten Bogor, Kamis (24/3). Mereka merupakan petani berusia 19-39 tahun, sehingga mayoritas di antaranya tergolong dalam generasi milenial. Petani-petani tersebut merupakan bagian dari Anggota I Program Petani Milenial. Setelah satu tahun dimulai sejak 20 Maret 2021 lalu, Program Petani Milenial telah meluluskan 1.249 petani. Peserta yang diwisuda sebagian besar adalah laki-laki, yang jumlahnya meliputi 88 persen dari total wisudawan. Adapun peserta perempuan yang diwisuda sebanyak 12 persen dari total petani yang diwisuda.
Jika dilihat dari kategori umur, petani berusia 19-24 tahun tercatat sebanyak 19 persen, kemudian petani yang berusia 25-29 tahun sebanyak 26 persen. Sementara itu, petani yang berusia 30-39 tahun mendominasi program ini. Jumlahnya mencapai 55 persen dari total wisudawan. Dalam acara yang diselenggarakan secara daring dan luring itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil hadir mewisuda para petani milenial. Menurut dia, banyak dinamika yang terjadi dalam perjalanan satu tahun Program Petani Milenial. Sebagian petani milenial tidak cukup berhasil. Hal itu disebabkan akses layanan perbankan yang tidak memadai, salah menentukan komoditas dan gagal panen. “Mengapa segini, artinya ada yang berhasil, ada yang tidak, karena menyerah di perjalanan,” ujar Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil. Namun, menurut dia, 1.249 petani milenial yang diwisuda telah membuktikan konsistensinya dan pantang menyerah. Mereka memiliki pendapatan minimal yang setara upah minimum kabupaten/kota di lokasi usahanya. Para petani milenial yang mengikuti program ini sejak awal hingga inaugurasi memiliki berbagai macam latar belakang. Ada yang memang berasal dari keluarga petani, ada yang lulusan sarjana non-pertanian seperti psikologi dan sastra, ada yang berprofesi sebagai dosen, mahasiswa, seniman, hingga ibu rumah tangga. Ridwan Kamil menegaskan, Program Petani Milenial bukanlah program karpet merah yang bisa langsung menghasilkan keuntungan secara instan dan tanpa rintangan.
Program ini diibaratkan pendakian gunung yang harus selalu didampingi pemerintah lewat penyaluran anggaran, pelatihan, penyediaan lahan dan teknologi, sampai pemasaran. Kendati demikian, dia yakin, pada tahun-tahun berikutnya jumlah petani milenial yang berhasil dan diwisuda akan semakin bertambah. Tentunya, dengan diiringi evaluasi. “Jadi ada keberhasilan, ada juga kekurangsempurnaan yang terus kita perbaiki,” katanya. “Tapi saya optimistis. Boleh dicek dengan provinsi lain, yang paling produktif melahirkan anak muda kembali bertani di desa adalah Jabar,” ujar dia melanjutkan. Menurut Ridwan Kamil, dengan konsistensi Program Petani Milenial, rata-rata usia petani di Jabar ke depannya bisa digantikan oleh generasi muda di bawah usia 40 tahun. Saat ini 70 persen petani di Jabar rata-rata berusia 70 tahun. Regenerasi petani pun kini sudah terlihat, dari penggunaan teknologi pengolahan pertanian, hingga pemasaran yang tak ditemui pada petani lansia. “Saat ini terlihat petani muda sudah mulai pakai teknologi. Menyiram tanaman menggunakan handphone, penjualan dengan e-commerce. Ini tidak terjadi di generasi orang tuanya,” kata dia. Penguasaan teknologi pertanian ini menjadi bukti bergesernya kesejahteraan yang didominasi oleh masyarakat di perkotaan ke masyarakat di perdesaan. “Program Petani Milenial dipadukan dengan desa digital. Kesejahteraan akan bergeser, tak hanya didominasi oleh pekerjaan di kota, melainkan juga di desa. Asal, menguasai teknologi,” kata Ridwan Kamil. Sementara itu, Program Petani Milenial Angkatan II Pemda Provinsi Jabar kembali dibuka. Pelaksanaan pendaftaran program tersebut akan berkolaborasi dengan pemda di kabupaten/kota. Pemda Kabupaten Bogor pun sudah menyiapkan lahan untuk digarap oleh petani milenial di Angkatan II program ini.
Leave a Reply