akarta – Seberapa besar dampak positif agritech terhadap dunia pertanian Indonesia jika diterapkan oleh para pelaku sektor tersebut? Startup Crowde merilis riset untuk menjawab pertanyaan itu, bekerja sama dengan DSInnovate.
Dengan tajuk “Driving the Growth of Agriculture Technology Ecosystem in Indonesia“, riset itu membahas lanskap pertanian, tantangan industri, hingga studi kasus agritech di Tanah Air, dikutip Kamis (29/4/2021).
Sektor pertanian yang tumbuh 215% pada kuartal III 2020 tak sejalan dengan rendahnya tingkat penetrasi petani akan teknologi. “Kondisi petani Indonesia hingga kini masih begitu tradisional. Kehadiran teknologi seharusnya dapat membuat pertanian lebih maju dan modern agar budidaya lebih efektif dan hasil panen jadi lebih maksimal,” jelas VP of Product Crowde, Mirza Adhyatama.
Saat ini, baru 4,5 juta dari 33,4 juta petani yang menggunakan internet selama setahun belakangan. Salah satu faktor pendorongnya ialah rendahnya tingkat pendidikan 14 juta petani–lulusan tingkat sekolah dasar.
Guna meningkatkan penetrasi teknologi mitra petani, startup Crowde merekrut dan membekali 40 field agent dengan aplikasi AgScout guna mempermudah pemantauan dan pendampingan saat budidaya. “Teknologi ini juga memudahkan mitra petani mendapat rekomendasi yang sesuai proses budidaya,” kata Crowde dalam keterangannya.
Kendala lainnya adalah budidaya pertanian di Indonesia yang begitu bergantung pada alam dan tingginya biaya produksi. Saat petani menggunakan pupuk, pestisida, hingga bibit yang murah, hasilnya juga tak akan maksimal. Padahal, biaya produksi tinggi membuat mereka mengalami kesulitan modal. Apalagi bagi petani kecil yang makin sulit memperoleh pembiayaan formal karena tak punya jaminan sertifikat tanah.
Belum lagi terkait sistem pembayaran skema cicilan per bulan dan rumitnya prosedur administrasi yang juga menyulitkan berkembangnya usaha pertanian, serta keterbatasan akses permodalan.
Karena itulah, startup agritech dapat memainkan peran kunci dalam pencapaian target sektor pertanian Tanah Air. Crowde merupakan salah satu startup agritech yang mendukung permodalan bagi petani kecil dan belum tersentuh layanan perbankan.
Crowde punya tim konsultan petani yang dapat membantu petani mengajukan permodalan secara digital melalui aplikasi AgSales sekaligus membekali petani dengan literasi keuangan.
Dalam hal pemasaran, petani masih sering mengalami masalah seperti fluktuasi harga, fasilitas seperti gudang dan transportasi belum memadai, lokasi produsen dan konsumen yang tersebar, kurangnya pengetahuan petani tentang pemasaran, tidak tanggap terhadap permintaan pasar, serta mekanisme distribusi yang tidak efisien. Panjangnya jalur distribusi membuat harga yang diterima petani relatif lebih rendah dari harga yang dibayarkan konsumen.
Untuk itu, CROWDE bekerja sama dengan 9 off-taker institusional dan 118 off-taker ritel lokal agar bisa menampung seluruh hasil panen mitra petani agar mereka tidak lagi perlu bingung soal akses pemasaran hasil panen. Mitra petani hanya tinggal fokus menjalankan budidayanya dan berupaya agar produktivitas hasil panen dapat terus meningkat.
Salah satu mitra petani Crowde di Kabandungan, Pak Pian mengaku turut merasakan perbedaaan dan manfaat yang positif setelah bergabung di Crowde. “Saya bisa mudah mendapat akses permodalan, lahan garapan jadi semakin luas hingga mampu ikut mengembangkan pertanian di daerahnya”, ungkapnya.
Crowde terpilih menjadi salah satu startup di Indonesia yang mengikuti program Google for Startup Accelerator. Dalam program tersebut, CROWDE akan mendapat bimbingan dan dukungan teknis proyek dari tanggal 26 April – 10 Juni 2021. Selain itu, juga ada lokakarya dan pembahasan mendalam seputar desain produk, akuisisi pelanggan, dan pengembangan kepemimpinan bagi para founder. Ini menjadi kesempatan bagi Crowde untuk semakin berkembang dan meningkatkan kualitas layanan demi kemajuan sektor pertanian di Indonesia.
Leave a Reply