Kedaulatan pangan merupakan jargon yang tidak asing di Indonesia, baik yang digaungkan oleh politisi, praktisi maupun akademisi. Kedaulatan Pangan adalah konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal. Kedaulatan pangan merupakan konsep pemenuhan hak atas pangan yang berkualitas gizi baik dan sesuai secara budaya, diproduksi dengan sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Berbicara Kedaulatan pangan, kita akan berbicara dengan segala sub sistem yang mendukungnya, salah satu yang mendukung adalah Pertanian.
Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat luas pengertiannya, salah satu sub sektor pendukung pertanian adalah Hidroponik. Hidroponik adalah budidaya menanam yang memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya. Namun, justru mengedepankan pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman.
Kebutuhan pada tanaman hidroponik lebih sedikit daripada kebutuhan air pada budidaya tumbuhan yang menggunakan tanah sebagai medianya. Karena dengan air terbatas pun budidaya Hidroponik ini tetap dapat efisien, maka cara ini lebih dapat dimanfaatkan dengan lahan yang terbatas.
Sejarah hidroponik berawal dari tulisan Francis Bacon (1627) yang sangat terkenal yakni Sylva Sylvarum yang sudah membahas tentang budidaya tanaman tanah di media selain tanah. Setelah tulisan itu dipublikasikan, maka John Woodward (1699) memutuskan untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Dimana dia mendapatkan hasil bahwa tanaman yang ditumbuhkan pada air jernih (hanya air murni saja) tidak lebih bagus dari tanaman yang tumbuh di air keruh (air yang bercampur sedikit lumpur). Itu artinya air tidak cuku mengandung zat nutrisi untuk tanaman tumbuh dengan subur.
Selanjutnya penelitian itu terus berkembang, dan hasilnya baru terlihat di tahun 1842. Julius von Sachs dan Wilhelm Knop berhasil menemukan sembilan elemen nutrisi yang dibutuhkan tanaman agar bisa tumbuh subur. Sehingga di tahun 1859-1865 mualilah dibuat nutrisi yang berisi 9 elemen nutrisi kesuburan tanaman tersebut dalam bentuk larutan. Nah, ini lah nantinya yang akan menjadi cikal bakal nutrisi hidroponik yang mamu menggantikan fungsi unsur hara dalam tanah. Sehingga bercocok tanam dengan media air akan menghasilkan tanaman yang sama suburnya atau bahkan lebih subur daripada tanaman yang ditanam di tanah.
Surabaya Sebagai Kota Pahlawan yang banyak meraih penghargaan seputar lingkungan merupakan salah satu kota metropolitan besar yang didukung generasi Kreatif, Salah Satunya adalah Koni Dwi Prasetya , Alumni ITS Jurusan Teknik Geomatika ini merintis usaha di sektor pertanian khususnya hidroponik dengan Nama Kebunkota
Kebunkota adalah sebuah platform budidaya sayuran dan buah-buahan segar yang ditanam secara modern di lahan-lahan terbatas di kawasan perkotaan, yang bertujuan untuk menyajikan makanan segar dan sehat bagi semua kalangan di perkotaan.
Kebunkota bermitra dengan para pelaku bisnis F&B (Food and Beverages), Toko Bangunan, dan Toko Pertanian untuk bersama-sama mempersembahkan sayuran dengan kualitas terbaik sebagai menu konsumsi anak negeri.
Beberapa Produk Kebunkota antara lain :
Sawi Caisim Rp.3.000,-/Kemasan
Sawi Samhong King: Rp.5.000,-/Kemasan
Sawi Pak Choy: Rp.5.000,-/Kemasan
Selada Butterhead: Rp.5.000,-/Kemasan
Selada Keriting: Rp.5.000,-/Kemasan
Kangkung: Rp.3.000,-/Kemasan
*Gratis Ongkir minimal order 10 Kemasan (Khusus Area Surabaya dan Sidoarjo)
Seluruh Produk ini diproduksi sendiri oleh tim kebunkota dengan memerhatikan aspek aspek yang mendukung pertumbuhan tanaman, dan saat ini dikembangkan teknologi berbasis IOT untuk mendukung proses budidaya.
Harapannya dengan adanya kebunkota ialah bisa mensupply kebutuhan pangan surabaya khususnya sayuran yang sehat dan higienis,dan kedepannya diharapkan bisa dikembangkan di berbagai kota sebagai penyangga panganan berbasis sayur.
Leave a Reply