Masih Ingat dengan Petikan lagu dari Koes Plus ini ? “orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman” rasanya sudah sangat cukup untuk menggambarkan betapa suburnya lahan di Indonesia.
Ribuan hektar hutan dan pertanian menghiasi hijaunya pulau-pulau di Indonesia. Namun alangkah sia-sia jika anugerah tersebut tidak dapat memberikan penghidupan layak bagi bangsanya.
Gambar 1 Petani dan Petani Muda dari Startup Pertanian
Indonesia merupakan negara agraris dan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Berdasarkan data yang dihimpun dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015, jumlah petani mencapai 44 % dari total angkatan kerja di Indonesia atau sekitar 47 juta jiwa, sehingga terlihat bagaimana Negara Indonesia penduduknya hampir sebagian besar bergantung pada sektor pertanian.
Namun diantara angka tersebut menurun hingga pada data terbaru tahun 2018 BPS melansir, pekerja di sektor pertanian tercatat 35,7 juta orang atau 28,79 persen dari jumlah penduduk bekerja 124,01 juta jiwa, sehingga dalam kurun waktu 3 tahun berkurang sampai 12 Juta orang.
Diantara jumlah angkatan kerja pertanian ini berdasarkan data Sensus Pertanian bahwa Kelompok Umur Rumah Tangga Petani mayoritas yaitu hampir 83 % diatas 35 Tahun. dan hanya sekitar 17 % untuk range usia dibawah 34 Tahun.
Gambar 2 Jumlah Kepala Rumah Tangga Petani berdasarkan Kelompok Umur (dokpri)
Berbicara Sumber daya Manusia, kita tidak akan lepas dari peradaban dan kemajuan zaman, salah satunya adalah adanya Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang kian pesat telah membuka sebuah era baru, yakni era Revolusi Industri 4.0. Era ini menitikberatkan digitalisasi dan data yang terintegrasi dengan manufaktur sebagai kolaborasinya.
Kemajuan ini tentu memberi dampak pada berbagai sektor usaha, salah satunya Muncul Istilah Startup yang mampu memberikan dampak baik bagi target pasarnya, lingkungan bahkan Foundernya sendiri sehingga mampu dengan waktu yang cepat menjadi deretan orang terkaya di Indonesia.
Di tengah hype startup teknologi itupula yang umumnya menggarap sektor sosial, perdagangan, permainan dan hiburan, ternyata tak sedikit yang mau memfokuskan diri untuk mengembangkan sistem yang membantu tata kelola pertanian, perikanan dan perindustrian agro lainnya.
Berbicara pangan dan pertanian ialah berbicara hidup matinya suatu bangsa, dan berbicara teknologi ialah berbicara masa depan dan segala rekayasa yang ditimbulkan olehnya. Regenerasi petani merupakan sebuah PR Besar, begitupun Teknologi di era Revolusi Industri 4.0 ini juga merupakan PR yang tak kalah besar, sehingga menurut saya upaya yang dilakukan terhadap dua PR besar ini adalah adalah Implementasi dan Pengawalan Startup Pertanian dalam rangka regenerasi Petani di Indonesia.
Berbicara Startup Pertanian, berarti dihadapkan dua konsekuensi, yang pertama adalah startup sebagai era baru perusahaan di Indonesia, yaitu suatu bisnis yang baru berkembang.
Namun, bisnis startup ini lebih identik bisnis yang berbau teknologi, web, internet dan yang berhubungan dengan ranah tersebut. Untuk Lebih memudahkan ambil contoh startup yang begitu pesat dalam perkembangannya adalah Tokopedia, Bukalapak, Gojek dan Traveloka. Yaitu startup atau perusahaan baru yang akhir-akhir ini juga diberikan label yaitu Unicorn, yaitu startup yang telah memiliki valuasi sebesar USD 1 miliar.
Kemudian Konsekuensi yang kedua adalah Pertanian, berbicara tentang pertanian maka berbicara dengan banyak hal yang terhubung seperti petani, pemilik lahan, pelaku bisnis yang berhubungan baik pra budidaya sampai pasca budidaya, atau lebih dikenal lebih luas dengan sebutan Agribisnis. Lalu Korelasi keduanya menghasilkan sebuah pandangan startup pertanian, yang diharapkan mampu memberikan impact sosial terhadap perkembangan pertanian juga sekaligus merangsang anak-anak muda untuk terjun ke sektor pertanian.
Berdasarkan pengamatan penulis bahwa startup itu identik dengan 4 Hal, yaitu Muda, Teknologi, Social Impact, dan Game Changer. Generasi Muda ini dalam artian usia pelaku startup didominasi oleh anak-anak muda terutama yang baru lulus Kuliah dengan usia 23 – 25 Tahun , terjun untuk memulai bisnis startup bersama rekan lainnya.
Bisa kita lihat di Jajaran “Forbes Under 30″ banyak sekali anak-anak muda yang bermunculan setiap tahun dengan Ide Gilanya berhasil membuat bisnis yang menguntungkan juga berdampak pada masyarakat. Kemudian Teknologi, Seperti dibahas diawal bahwa Revolusi Industri 4.0 ini sangat berkaitan dengan Implementasi Teknologi, Salah satunya Startup ini ada sebagai medium antara manusia sebagai pencipta dengan objek yang ditargetkan salah satunya pertanian, sehingga banyak muncul istilah dan kategori seperti marketplace, ecommerce sebagai platform jual beli pengganti pasar tradisional, Crowdfunding sebagai pengganti Bank Konvensional, serta kategori lain sebagai upaya solusi dengan pendekatan teknologi lainnya, sehingga identik pula dengan Istilah Game Changer, yaitu suatu pendekatan bisnis yang mampu merubah penataan bisnis dari konvensional sehingga menghasilkan model baru dalam berbisnis, Game Changer ini berpikir dan bertindak dengan cara berbeda, menggabungkan format digital dan fisik, jangkauan lokal dan global serta ide dan jaringan. Sehingga Menghasilkan Toko Masa depan seperti Amazon dan Ebay, Perjalanan Masa Depan Seperti Airbnb dan Traveloka, serta lahirnya pendekatan baru berbasis kecerdasan buatan ( AI ), IOT dan lainnya.
Kemudian satu lagi yang melekat adalah Social Impact, memang bukan suatu keharusan, tetapi dampak sosial ini merupakan suatu hal yang tidak terlepas dari lahirnya startup itu sendiri, dimana selain menghasilkan harapan masa depan bagi Founders, juga memberikan harapan bagi lingkungan sekitarnya, seperti halnya Unicorn bukalapak dan tokopedia yang mampu meningkatkan pendapatan UMKM yang bergabung kedalam platform mereka, begitupun startup lainnya berharap adanya dampak nyata terhadap lingkungan sosialnya.
Gambar 3 Ilustrasi Startup Pertanian Di Indonesia
Lalu Bagaimana Kondisi Startup Pertanian Kita ? Berdasarkan pengamatan penulis baik secara langsung sebagai pelaku startup yaitu terjun ke petani, diskusi dengan sesama rekan startup, juga dengan stakeholder seperti Kementrian Pertanian juga menganalisa lewat media, bahwa cahaya harapan itu akan datang , dimana startup yang diisi anak muda dengan misi sosial tinggi lewat karya cipta dengan pendekatan teknologi ini telah coba menempatkan karyanya di berbagai penjuru wilayah Indonesia, bertemu langsung dengan petani dan juga memberikan semangat baru serta menghasilkan pendapatan yang lebih layak bagi Petani. Permasalahan-permasalahan yang muncul seperti kurangnya akses permodalan berhasil diatasi oleh platform permodalan seperti Crowde, Igrow, Vestifarm, Tanifund dan Startup Pendanaan Lainnya. Permasalahan Akses Pemasaran berhasil diatasi oleh Platform pemasaran seperti Sayurbox, Panen Id, regopantes, etanee, tanihub, limakilo, dan startup lainnya. Kemudian Akses Pendampingan dan penyediaan Sarana Produksi Pertanian, juga ada Eragano, Bursatani, Qelisa dan startup lain, dan tidak lupa mereka yang langsung menerapkan konsep Smart Farming seperti Habibie Garden, Efishery dan startup keren lainnya. Mereka sedang berupaya ditengah keterbatasan yang ada demi terwujudnya kesejahteraan Petani Indonesia.
Gambar 4 Ilustrasi Startup Pertanian di Indonesia
Keterbatasan dan Permalasahan dalam Implementasi Teknologi tidak dapat dipungkiri, salah satu faktor penghambat dalam Implementasi ini antara lain seperti faktor Budaya, Edukasi dan Infrastruktur. Faktor Budaya itu antara lain adalah kultur yang sudah melekat di petani dimana solusi yang notabene baru itu belum tentu bisa diterima apalagi disampaikan oleh orang baru, perlu pembuktian yang kuat sehingga diperlukan pendampingan dengan waktu yang relatif tidak sebentar sehingga diperlukan kesabaran dalam proses implementasinya, juga Kultur dalam tata niaga pertanian yang sangat melekat oleh pelaku bisnis adalah budaya rente atau tengkulak yang sangat panjang dimana harga dari petani rendah namun di konsumen akhir menjadi tinggi , dan pelaku bisnis ini sangat menikmati hasil dan juga tidak ingin digeser oleh pendatang baru sehingga ini menjadi tantangan baru bagi startup yang ingin membeli langsung ke petani dengan harga yang layak dan dijual dengan harga yang lebih bagus bagi konsumen. Berikutnya adalah Faktor Edukasi dimana selain budaya, edukasi ini merupakan faktor yang sangat penting dimana petani perlu diperlukan edukasi khusus dalam implementasi solusi dari masing-masing startup, dan dari edukasi ini pula diharapkan regenerasi petani ini terjadi, dimana anak petani melihat peluang dari sektor pertanian ini, juga petani bisa mendapatkan dampak nyata atas solusi dari masing-masing startup. Kemudian berikutnya adalah permasalah infrastruktur, Infrastruktur dalam hal ini salah satunya adalah teknologi, berdasarkan data dari Sensus Pertanian 2018 bahwa pengguna Internet di kalangan petani masih sangat rendah, yaitu hanya 13 % Petani yang telah menggunakan Internet seperti dicantumkan di gambar 5, sehingga permasalahan infrastruktur ini menjadi sangat vital dalam proses perkembangan, dan para startup pun perlu mengupayakan jaringan yang lebih luas dalam mengimplementasikan konsep startupnya.
Gambar 5 Jumlah Petani Pengguna Internet
Bersama dengan perjalanan Implementasi Startup Pertanian dengan harapan memberikan dampak terhadap petani, dan lingkungan secara umum, maka diharapkan pula regenerasi petani terjadi, dimana pelaku usaha pertanian yang notabene anak muda bisa memberikan dampak psikologis terhadap pemuda untuk terjun di sektor pertanian, terutama dengan pendekatan teknologi mampu membuat akses semakin mudah dan hasil lebih baik dari periode sebelumnya. Selanjutnya adalah proses pengawalan perkembangan startup ini juga semoga didorong oleh semua pihak terutama dari Kementrian Pertanian, dan dalam hal ini pada Maret 2019 telah melakukan Acara Sharing Agritech bersama para pelaku startup pertanian dalam rangka mengawal startup pertanian menuju Pertanian Indonesia maju, seperti dikutip dalam salah satu berita ” https://kebunkita.asia/2019/03/02/sharing-agritech-sekretaris-jenderal-kementrian-pertanian-ajak-seluruh-startup-agritech-kolaborasi/ ”
Gambar 6 Forum Diskusi Kementrian Pertanian dan Pelaku Startup Agritech
Dari Hasil diskusi tersebut Bahwasanya Kementrian Pertanian berharap adanya kolaborasi dari pelaku agritech dalam rangka menuntaskan permasalahan pertanian di Indonesia, juga memberikan dampak terhadap Regenerasi Petani yang notabene dilakukan oleh para orangtua seperti dikutip dalam data sensus bahwa rumah tangga petani adalah 83 % diatas 35 Tahun.
Indonesia sebagai Lumbung Pangan Dunia merupakan mimpi bersama yang akan dikawal oleh Kementrian Pertanian, di Eksekusi Oleh Para Petani dan didorong oleh tenaga dari Startup Pertanian serta stakeholder lain dari akademisi, peneliti dan pebisnis merupakan upaya sinergi yang perlu kita kawal bersama, salah satunya adalah melahirkan Generasi Baru yang peduli terhadap dunia pertanian dan kesejahteraan Petani Indonesia.
Leave a Reply