Analisis Usahatani Lele Sangkuriang

Disusun oleh : Denny Suwarso Putra, Ridwan Umar Hanafi, Efraim M. Bittikaka, Istiq Farila, Murni Anggraeni

BAB I

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang

Konsumsi masyarakat akan produk-produk perikanan semakin meningkat setiap tahunnya. Menurut kutipan Tempo Interaktif 2007 dalam Rosmawati 2010, tingkat konsumsi ikan meningkat dari 22,58 kilogram per kapita per tahun pada Tahun 2004, pada Tahun 2007 meningkat menjadi 28,28 kilogram per kapita, sedangkan pada Tahun 2008 naik menjadi 29,98 kilogram per tahun . Hal ini menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam mencanangkan program Gerakan Makan Ikan (Gemarikan) dan Pembentukan Forum Peningkatan Konsumsi Ikan Nasional (Forikan). Dengan adanya program pemerintah tersebut diharapkan kesadaran masyarakat untuk menkonsumsi ikan semakin meningkat, karena daging ikan memiliki keunggulan dibandingkan dengan daging lainnya, seperti daging ayam dan daging sapi. Perbandingan nilai gizi yang terkandung dalam berbagai sumber protein hewani dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel Perbandingan Zat Gizi yang Terkandung dalam Beberapa Sumber Protein Hewani Per Kilogram (Departemen perikanan dan Kelautan 2003)       

Jawa Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memasok sekitar 30 persen produksi ikan yang ada di Indonesia. Produksi ikan di Jawa barat masih didominasi oleh sektor budidaya air tawar yang mencapai 620.000 ton, sedangkan sisanya dari ikan tangkapan perairan umum maupun laut. Beberapa sentra produksi budidaya ikan air tawar di Jawa barat diantaranya adalah kota Sukabumi, Garut, Cianjur dan Bogor. Produksi yang dihasilkan kota Sukabumi untuk sektor budidaya mencapai 3.094 ton, kota Garut mencapai 26.170 ton, kota Cianjur mencapai 68.746 ton, dan kota Bogor mencapai 24.558 ton (Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2008). Ikan nila, mas, lele, patin, dan gurame merupakan komoditas yang banyak dibudidayakan di Jawa Barat. Tabel di bawah ini merupakan gambaran produksi budidaya air tawar berdasarkan kota dan kabupaten di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2009.

Tabel Produksi Perikanan Budidaya Air Tawar Berdasarkan Kota dan Kabupaten di Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 (Departemen Perikanan dan Kelautan 2010)

Berdasarkan data tabel di atas, maka sentra produksi terbesar lele di Jawa Barat berada di Kabupaten Bogor. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Kabupaten Bogor banyak yang memproduksi lele sebagai usahanya. Menurut data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Perikanan Jawa Barat (2009), produksi ikan lele Kota Bogor mencapai 470,37 ton untuk ikan lele ukuran konsumsi, sedangkan untuk benih ikan lele mencapai 100.000.000 ekor. Hal ini dapat dipandang sebagai sebuah potensi untuk mengembangkan usaha budidaya ikan lele di Kabupaten Bogor.

Ikan lele Sangkuriang (Clarias sp) adalah salah satu jenis lele yang banyak dibudidayakan masyarakat Kabupaten Bogor. Hal ini dikarenakan Ikan lele ini adalah salah satu komoditas perikanan budidaya unggulan yang dikembangkan. Oleh karena itu, ikan lele jenis Sangkuriang memiliki prospek pasar yang cukup baik dilihat dari kelebihannya, yaitu dapat bertahan hidup dalam kondisi air yang minimum, sehingga masyarakat banyak membudidayakannya. Selain itu ikan ini juga dapat dipijahkan sepanjang tahun, tumbuh lebih cepat, dapat hidup pada lingkungan yang kotor dan sedikit oksigen, dan dapat mencapai ukuran yang lebih besar, dan dapat diberikan pakan tambahan bermacam-macam (Andika 2012).

  • Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang kami sajikan, maka kami menyusun beberapa rumusan masalah yang akan bahan pembahasan dalam makalah ini, yaitu :

  1. Bagaimana gambaran usahatani lele sangkuriang milik pak Ali?
  2. Bagaimana sistem agribisnis usahatani lele sangkuriang milik pak Ali?
  3. Bagaimana kondisi lahan dan tenaga kerja usahatani lele sangkuriang milik pak Ali?
  4. Bagaimana kondisi modal dan manajemen usahatani lele sangkuriang milik pak Ali
  5. Bagaimana penampilan pendapatan usahatani lele sangkuriang milik pak Ali?
  • Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

  1. Untuk mengetahui gambaran usahatani lele sangkuriang milik pak Ali.
  2. Untuk mengetahui sistem agribisnis usahatani lele sangkuriang milik pak Ali.
  3. Untuk mengetahui kondisi lahan dan tenaga kerja usahatani lele sangkuriang milik pak Ali.
  4. Untuk mengetahui kondisi modal dan manajemen usahatani lele sangkuriang milik pak Ali.
  5. Untuk mengetahui penampilan pendapatan usahatani lele sangkuriang milik pak Ali.
  • Manfaat Penelitian

            Dengan adanya makalah usahatani lele sangkuriang milik pak Ali ini, kami berharap dapat memberikan informasi tentang usahatani lele sangkuriang bagi semua pembaca, khususnya bagi pembaca yang ingin memulai usaha budidaya pembenihan lele sangkuriang. Informasi ini sekaligus dapat dijadikan referensi dalam memilih usaha di bidang pertanian atau peternakan.

 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

  • Budidaya Lele

Pada dasarnya, lele sangkuriang memiliki klasifikasi yang sama dengan lele Dumbo. Hal ini dikarenakan Ikan lele Sangkuriang merupakan hasil silang balik (backcross) Lele Dumbo untuk perbaikan sifat-sifat melalui rekayasa genetika. sehingga klasifikasinya sama dengan lele Dumbo. Namun demikian, Meskipun induk lele Sangkuriang adalah dari ikan lele Dumbo, antara jenis ikan lele ini tetap memiliki perbedaan.

Ikan lele Sangkuriang memiliki tubuh memanjang dengan permukaan tubuh licin, berlendir, dan tidak bersisik. Bentuk kepala menggepeng (depress), dengan mulut yang relatif lebar, mempunyai empat pasang sungut. Ikan lele Sangkuriang memiliki tiga sirip tunggal yaitu sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur. Sedangkan sirip yang berpasangan ada dua yaitu sirip dada dan sirip perut. Pada bagian sirip dada terdapat sepasang patil atau semacam duri keras yang dapat digunakaan untuk mempertahankan diri dan terkadang digunakan untuk berjalan dipermukaan tanah. Pada bagian atas ruangan rongga insang terdapat alat pernapasan tambahan yang berbentuk seperti batang pohon yang penuh dengan kapiler-kapiler darah.

Menurut Lukito (2002) dalam Sutrisno (2012), ikan lele Sangkuriang dapat hidup di lingkungan yang kualitas airnya sangat jelek. Kualitas air yang baik untuk pertumbuhan yaitu kandungan oksigen sekitar 6 ppm, karbondioksida kurang dari 12 ppm, suhu antara 24°C-26°C, NH3 kurang dari 1 ppm dan cahaya tembus matahari ke dalam air maksimum 30cm.

Menurut Simanjuntak (1989) dalam Sutrisno (2012), Ikan lele dikenal aktif pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele lebih suka berdiam di dalam lubang atau tempat yang tenang dan aliran air tidak terlalu keras. Ikan lele memiliki kebiasaan mengaduk-aduk lumpur dasar untuk mencari binatang-binatang kecil yang terletak di dasar perairan. Selain itu, ikan lele termasuk hewan kanibal, sehingga jika lele tersebut merasa kelaparan, maka dia akan segera memeangsa lele yang lain.

Segmentasi usaha budidaya lele secara umum terbagi menjadi dua kegiatan, yaitu usaha pembenihan dan pembesaran.

  1. Usaha pembenihan

Pembenihan adalah suatu kegiatan pemeliharaan ikan yang bertujuan menghasilkan benih dengan ukuran tertentu. Suatu produksi pembenihan ikan adalah jumlah (ekor), sedangkan ukuran benih lele dinyatakan dalam panjang (cm). Ukuran benih lele yang dihasilkan dalam segmentasi pembenihan untuk ditebar dan dipelihara di kolam pembesaran umumnya berukuran 5–7 cm tau 9-12 cm.

Usaha pembenihan lele ada tiga, yaitu pembenihan secara alami (tradisional), semiintensif (induce spawning), dan intensif (induce breeding). Kegiatan usaha pembenihan meliputi pemeliharaan induk, pemilihan induk, persiapan kolam pemijahan, teknik pemijahan induk lele, penetasan telur, pemeliharaan larva, sampai pendederan benih.

  1. Usaha pembesaran lele secara intensif

Usaha pembesaran lele adalah kegiatan pemeliharaan dari ukuran benih untuk dibesarkan menjadi ukuran konsumsi. Ukuran konsumsi yang dikehendaki pasar dalan negeri adalah 8-12 ekor/kg. Sementara itu, ikan lele yang dibutuhkan pasar ekspor memiliki bobot minimal 500 g/ekor. Pasar ekspor lebih menghendaki ukuran besar karena berbentuk fillet. Selain bentuk fillet, permintaan pasar ekspor adalah headless (kepala dibuang), whole gutted (isi perut dibuang), dan whole around (utuh). Ciri khas dar teknik budidaya lelesecara intensif adalah padat penebaran benih sangat tinggi, yaitu 200-400 ekor/m2. Pakan sepenuhnya tergantung dari pakan buatan pabrik (pelet).

  • Teknis Budidaya Komoditas Lele
  1. Pembuatan Kolam Pemijahan, Penetasan, dan Pendederan
      • Kolam pemijahan : Kolam pemijahan merupakan kolam khusus bagi induk yang akan memijah. Ada beberapa kolam yang dapat dipakai untuk memijahkan ikan lele, yaitu bak semen, bak terpal plastik, dan fiberglass.
        • Bak semen : Pemijahan lele dapat dilakukan di bak semen yang disediakan khusus untuk pemijahan lele. Ukuran bak pemijahan untuk satu pasang induk lele yang akan dipijahkan adalah 1 m x 2 m dengan tinggi bak 0,8 m.sebelum digunakan, bak pemijahan harus dibersihkan dan dikeringkan. Selanjutnya, bak diisi dengan air yang jernih dan bersih setinggi 40-50 cm.
        • Bak terpal plastik : Bak terpal plastik merupakan salah satu wadah alternatif untuk pemijahan lele. Pengadaan terpal lebih murah dibandingkan dengan bak semen. Terpal plastik tersebut dibentuk menyerupai bak sehingga dapat menampung air. Cara pembuatannya dengan menyusun sejumlah bara atau batako di sekeliling pinggiran plastik. Ukuran bak terpal untuk pemijahan yaitu lebar 1 m x 2 m dan tinggi 0,8 m untuk satu pasang induk yang akan dipijahkan.
        • Fiberglass : Ukuran fiberglass untuk pemijahan satu pasang induk lele adalah 1 m x 2 m dan tinggi 0,8 m. Bak bisa diperoleh di toko akuarium atau toko alat-alat perikanan. Bak fiberglass tergolong praktis karena lokasinya bisa dipindah-pindah, tetapi harganya masih terlalu mahal.
      • Bak penetasan : Wadah penetasan telur lele dapat berupa akuarium, bak semen, bak terpal plastik, dan fiberglass yang dilengkapi dengan aerator untuk menyuplai oksigen terlarut. Hal ini disebabkan perkembangan telur sampai menetas memerlukan oksigen terlarut yang cukup.
        • Akuarium : Akuarium penetasan yang dipakai berukuran panjang 80-100 cm, lebar 40-50 cm, dan tinggi 40 cm.akuarium tersebut disusun dan diletakkan pada rak-rak yang dibuat dari besi atau kayu. Setiap akuarium dilapisi dengan styrifoam atau gabus yang berfungsi untuk mencegah retak dan pecahnya akuarium. Jumah akuarium yang dibutuhkan disesuaikan dengan jumlah telur dan larva yang dipelihara. Masing-masing satu buah akuarium diisi telur lele sebanyak 1 buah kakaban.
        • Bak semen : Bak semen umumnya berbentuk empat persegi panjang. Lebar bak umumnya 1-2m, sedangkan panjang 2-3 m dan tinggi 0,5 m. Bak penetasan tersebut dibuat dari semen seluruhnya, baik dinding maupun dasarnya. Dasar kolam dibuat kemalir, yaitu saluran air tengah dengan lebar 30 cm dan kedalaman antara 10-20 cm dari pelataran kolam dengan posisi melintang dari pintu pemasukan ke arah pintu pengeluaran. Dasar kemalir sedikit miring 3% ke arah pembuangan untuk memudahkan pengeringan air dan pengumpulan benih lele pada waktu panen. Tiap petakan kolam mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran (outlet) yang terpisah untuk keperluan penggantian air.
        • Bak terpal plastik : Ukuran bak terpal adalah lebar 2-3 m, panjang 3-4 m, dan tinggi 0,5 m.
        • Fiberglass : Ukuran fiberglass yang biasa digunakan untuk penetasan telur adalam 1 m x 2 m x 0,6 m.
      • Kolam pendederan : Pada dasarnya, pendederan merupakan kegiatan lanjutan dari pembenihan dengan tujuan untuk menghasilkan benih ikan yang siap untuk dipelihara di kolam pembesaran. Wadah pendederan lele dapat berupa kolam tanah, kolam semen, dan kolam terpal.

2. Pembenihan Lele

      • Persiapan induk : Induk betina dipelihara secara terpisah pada kolam tersendiri dengan induk jantan. Pada kolam pemeliharaan, induk diberi pakan yang bermutu. Pemberian pakan pelet dengan kandungan protein minimal 30% sebanyak 3-5% per hari dari berat total tubuh ikan.
      • Pemilihan induk siap pijah : Pemilihan atau seleksi induk bertujuan untuk mengetahui tingkat kematangan gonad induk yang akan dipijahkan. Induk yang diseleksi benar-benar bibit unggul dengan pertumbuhan bagus, berumur setahun atau lebih, berat induk minimal 0,5 kg tiap ekornya, sehat, tidak cacat.
      • Pemberokan : Pemberokan adalah tahapan dalam pemijahan yang dilakukan dengan cara dipuasakan saat induk ikan selesai diseleksi  dan sebelum dipijahkan selama 1-2 hari. Pemberokan jantan dan betina dilakukan pada wadah terpisah. Setelah diberok, kematangan gonad induk lele betinan diperiksa kembali. Apabila perut betina menjadi kempes, berarti buncitnya perut induk bukan karena adanya telur, tetapi karena pakan.
      • Persiapan kolam pemijahan : Persiapan kolam pemijahan bertujuan untuk menciptakan lingkungan kolam dalam kondisi optimal bagi lele untuk melakukan pemijahan secara maksimal. Persiapan kolam pemijahan mencakup pengeringan kolam/wadah, pengisian air kolam, dan pemasangan kakaban sebagai tempat menempelkan telur ikan lele. Jumlah kakaban yang digunakan sekita 8-10 buah untuk setiap satu kg berat induk ikan lele. Kakaban harus terendam dalam air (5-10 cm di bawah permukaan air).
      • Teknik pemijahan : Ada beberapa cara atau teknik pemijahan ikan lele yang biasa dilakukan, yaitu pemijahan secara alami (tradisional), pemijahan secara semiintensif (induce spawning), dan pemijahan secara intensif/buatan (induce breeding).
          • Pemijahan secara alami : Pemijahan secara alami dilakukan dengan alat dan cara yang sederhana. Langkah pertama pemijahan secara alami adalah memilih induk jantan dan betina yang telah matang gonad. Setelah induk dipastikan telah siap mijah, pada sore hari (kira-kira pukul 16.00) induk jantan maupun betina dimasukkan ke dalam bak atau wadah pemijahan yang dilengkapi kakaban dan dibiarkan memijah sendiri. Usahakan air yang jernih terus-menerus mengalir sehingga air dalam bak pemijahan tetap segar. Pagi harinya sekitar pukul 07.00 biasanya proses pemijahan telah selesai dan telur yang sudah dibuahi telah menempel pada kakaban. Ada dua macam warna telur yang menempel pada kakaban, yaitu transparan dan putih susu. Telur berwarna transparan berarti telur yang fertil (telah dibuahi), sedangkan telur yang berwarna putih susu merupakan telur yang tidak fertil (tidak dibuahi). Langkah selanjutnya adalah mengangkat induk dari wadah pemijahan untuk dikembalikan pada kolam induk.
          • Pemijahan secara semiintensif : Prosedur pemijahannya hampir sama dengan pemijahan secara alami. Perbedaaannya dalah pada pemijahan secara semiintensif, baik induk lele jantan maupun betina disuntik menggunakan hormon perangsang untuk pematangan dan ovulasi sel telur. Induk lele yang sudah disuntik, baik jantan maupun betian dimasukkan ke dalam bak atau wadah pemijahan yang dilengkapi kakaban dan dibiarkan memijah sendiri. Hormon perangsang dapat berubah ovaprim (hormon komersial), ekstrak kelenjar hipofisa yang berasal dari spesies ikan yang sama atau ikan mas (sebagai donor universal), atau hCG (human Chorinoic Gonadotropin).
          • Pemijahan secara intensif/buatan : Pemijahan secara intensif dilakukan dengan bantuan tangan manusia. Setelah induk lele disuntik, telur dan sperma dikeluarkan dari induk dengan cara di-streeping atau diurut. Selanjutnya telur dan sperma tersebut ditampung dan dicampurkan dalam satu wadah (mangkok) sehingga terjadi pembuahan.
      • Penetasan telur : Apabila pemijahan dilakukan secara alami atau semiintensif, pagi harinya antara pukul 05.00-06.00 kakaban harus segera diangkat dan dipindahkan ke bak/wadah penetasan. Pemindahan kakaban yang berisi telur jangan sampai terlambat karena ada kemungkinan induk lele akan memakan telur-telurnya kembali. Penetasan telur dapat dilakukan di akuarium, bak fiberglass, bak semen, maupun wadah yang terbuat dari terpal plastik. Suhu pada wadah penetasan diusahakan stabil pada 28-290 C karena suhu akan menentukan kecepatan penetasan telur.
      • Pemeliharaan larva : Larva yang baru menetas tidak perlu diberi pakan karena masih mempunyai kuning telur (yolk) sebagai cadangan makan yang akan habis pada umur 3-4 hari. Setelah lele berumur tujuh hari, pemberian pakannya diganti dengan cacing sutera atau Tubifex sp. Pemberian cacing sutera sampai benih lele berumur 3 minggu. Pasca pemberian cacing sutera, benih diberi pakan pelet berbentuk tepung. Jika telah dirasakan benih yang dipelihara bertambah ukurannya, perlu dilakukan penjarangan.
      • Pendederan benih : Pendederan merupakan kegiatan pemeliharaan ikan sampai dihasilkan benih yang siap ditebarkan di kolam pembesaran atau benih yang siap dijual. Adapun kegiatan pendederan lele adalah sebagai berikut.
          • Persiapan : Persiapan wadah pendederan lele umumnya meliputi pengeringan kolam, perbaikan pematang, dan pengolahan dasar kolam (untuk kolam tanah dan sawah), perbaikan pintu pemasukan dan pengeluaran air, serta pemupukan dan pengapuran.
          • Pengelolaan air : Pengisian air kolam dilakukan setelah pemupukan selesai. Pengairan kolam dilakukan hingga ketinggian air mencapai 20-30 cm. Selanjutnya, kolam dibiarkan 5-7 hari agar ditumbuhi plankton.
          • Penebaran benih : Benih lele sudah dapat didederkan di bak atau tempat terbuka setelah benih berumur 3 minggu sejak dari menetas. Pada waktu penebaran benih ikan, ketinggian air kolam dipertahankan sekitar 20-30 cm karena ukuran benih masih kecil. Kepadatan benih berkisar 300-600 ekor/m2.
          • Pemanenan : Lama pendederan benih lele untuk menghasilkan benih lele siap tebar (ukuran 5-7 cm/ekor) adalah sekitar 5-6 minggu. Pemanenan bisa dilakukan pada sore atau pagi hari sewaktu suhunya tidak terlalu panas.

3. Pembuatan Kolam Pembesaran

      • Pemilihan lokasi budidaya : Pemilihan lokasi yang tepat dan benar sangat memegang peranan yang penting dalam keberhasilan budidaya lele. Lokasi untuk mendirikan usaha budidaya lele ditentukan beberapa faktor.
          • Faktor teknis : Faktor teknis yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi secara langsung keberhasilan atau kegagalan kegiatan teknis budidaya seperti sumber air, jenis tanah, limbah, dan kualitas air.
          • Faktor nonteknis : Faktor non teknis adalah faktor-faktor yang mempengaruhi secara tidak langsung terhadap untung ruginya usaha dalam budidaya ikan. Faktor-faktor tersebut di antaranya ketersediaan sarana produksi, jauh dekatnya dengan lokasi pemasaran, sarana transportasi, keamanan, dan adanya dukungan masyarakat atau kesesuaian dengan lingkungan sosial budaya setempat.
      • Kolam pembesaran lele secara intensif : Ada beberapa jenis kolam yang dapat digunakan dalam pembesaran lele secara intensif, yaitu pembesaran di kolam semen, kolam tanah, dan terpal plastik.
      • Peralatan pendukung pembesaran lele secara intensif
          • Pompa diesel : Pompa diesel air hanya digunakan jika sumber air tidak bisa dialirkan langsung ke dalam kolam
          • Hapa : Hapa merupakan alat yang cukup penting untuk pemanenan ikan. Fungsinya untuk penampungan ikan hasil panen sebelum diseleksi, ditimbang, dan diangkut. Hapa juga berfungsi sebagai alat untuk menangkap ikan tanpa mengeringkan kolam karena panen dilakukan sebagian saja.
          • Seser : Kegunaan seser adalah untuk menangkap ikan pada saat panen. Seser juga digunakan untuk membersihkan air kolam dari kotoran.
          • Ember krak/drum : Fungsi drum adalah sebagai wadah tempat ikan sewaktu panen dan sebagai alat angkut ke tempat penampungan sementara atau alat angkut, yaitu truk atau colt.

4. Pembesaran Lele

      • Penebaran benih
          • Cara memperoleh benih : Cara memperoleh benih lele dengan memijahkan sendiri atau membeli di petani (pembenih) atau pengumpul.
          • Syarat benih : Ukuran lele sebaiknya seragam 5-7 cm/ekor. Tujuannya agar masing-masing lele tidak saling menggangu danpertumbuhannya bisa seragam.
          • Pengangkutan benih
          • Penebaran benih : Benih ikan dapat ditebar di kolam jika kondisi kolam telah memenuhi syarat-syarat sevagai berikut.
              • Kedalaman air kolam dipertahankan 30-40 cm.
              • Air kolam sudah ditumbuhi plankton atau pakan alami.
              • Kualitas air sudah memenuhi syarat untuk budidaya ikan.
              • Padat penebaran benih lele di kolam berkisar 200-400 ekor/m2 dengan ukuran benih 5-7 cm. Waktu pemeliharaan yang diperlukan untuk mencapai lele ukuran konsumsi yaitu 2,5-3 bulan. Apabila kolam yang dipakai seluas 15 m2 dengan padat penebaran 350 ekor/m2, total benih yang ditebar sebanyak 5.250 ekor. Dengan penebaran benih sebanyak 5.250 ekor benih lele nilai FCR 1, akan diperoleh hasil panen lele kurang lebih sekitar 450 kg.
      • Pengelolaan air : Proses penggantian air dilakukan secara bertahap, yaitu air dikeluarkan 1/3 bagian dan diisi dengan air baru. Air yang dikeluarkan adalah bagian dasar kolam.
      • Waktu dan frekuensi pemberian pakan : Frekuensi pemberianpakan untuk ikan yang masih kecil bisa 4-5 kali dalam sehari. Sementara itu, frekuensi pemberian pakan ikan yang besar yaitu 3 kali dalam sehari.

5. Pemanenan

      • Panen : Lele dinilai layak dipanen jika telah mencapai ukuran 8-12 ekor/kg. Beberapa hal yang perlu dipehatikan sebelum dan waktu pemanenan lele yang hendak dipasarkan adalah sebagai berikut.
          • Lakukan pemanenan saat cuaca sejuk.
          • Hubungi pasar atau pembeli sebelum pemanenan. Demikian pula transportasi harus dipersiapkan
          • Hentikan pemberian pakan 24 jan sebelum dilakukan pemanenan.
          • Siapkan alat angkutnya.drum, jeriken, terpal plastik, dan tabung oksigen merupakan alat untuk pengangkutan tertutup. Sementara alat pengangkutan terbuka berupa bak angkut.
      • Pengangkutan : Setelah penangkapan ikan selesai, ikan ditampung dalam wadah penampungan atau hapa. Langkah selanjutnya, lele disortir dan digrading berdasarkan ukuran yang diinginkan sebelum dimasukkan ke dalam wadah.

 

  • Produksi dan Komoditas Lele
  1. Usahatani pembenihan : Setiap 1 m2 kolam dapat dihasilkan 300-600 ekor benih lele.
  1. Usahatani pembesaran :Padat penebaran benih lele di kolam berkisar 200-400 ekor/m2 dengan ukuran benih 5-7 cm. Apabila kolam yang dipakai seluas 15 m2 dengan padat penebaran 350 ekor/m2, total benih yang ditebar sebanyak 5.250 ekor. Dengan penebaran benih sebanyak 5.250 ekor benih lele nilai FCR 1, akan diperoleh hasil panen lele kurang lebih sekitar 450 kg. Secara rata-rata, produktivitas lele adalah 30 kg/m2.
  • Pendapatan

Penjualan benih lele dilakukan setelah benih dipelihara selama 2 bulan. Pendapatan yang diperoleh dengan penjualan benih ikan lele sebesar 50.000 ekor dengan harga jual benih Rp70,00/ekor adalah Rp3.500.000,00.

  • Klasifikasi Usahatani Lele
  1. Pola usahatani : Pola usahatani lele adalah adalah lahan basah atau kolam dengan pengairan teknis.
  1. Tipe usahatani
      • Macam tipe usahatani :Pada budidaya lele, macam tipe usahataninya adalah usahatani perikanan air tawar berupa kolam.
      • Pola usaha : Pola usaha budidaya lele adalah monokultur, yaitu dalam suatu lahan hanya dibudidayakan satu jenis ikan lele.
      • Struktur usahatani : Hal ini menunjukkan bagaimana suatu komoditi diusahakan. Cara pengusahaan pada budidaya lele adalah secara khusus. Pemilihan cara ini mempertimbangkan kondisi lahan yang berpengaruh pada kelangsungan produksi dan keuntungan.
      • Corak usahatani : Corak usahatani berdasarkan tingkatan hasil pengelolaan usahatani yang ditentukan oleh berbagai ukuran/kriteria, antara lain:
          • Nilai umum, sikap, dan motivasi
          • Tujuan produksi
          • Pengambilan keputusan
          • Tingkat teknologi
          • Derajat komersialisasi dari input usahatani
          • Derajat komersialisasi dari produksi usahatani
          • Proporsi penggunaan faktor produksi dan tingkat keuntungan
          • Pendayagunaan lembaga pertanian setempat
          • Tersedianya sumber yang sudah digunakan dalam usahatani
          • Tingkat dan sumbangan pertanian dalam keseluruhan tingkat ekonomi
      • Bentuk usahatani : Bentuk usahatani dibedakan berdasarkan penguasaan faktor produksi oleh petani, terdiri dari usahatani perorangan dan kooperatif. Usahatani lele dapat berbentuk perrorangan maupun kooperatif.                       
  • Isu Terkini Komoditas Lele
  1. Produksi lele akuakultur melonjak : Produksi akuakultur beberapa jenis ikan utama dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi. Di antara sekitar 12 kelompok spesies utama akuakultur dunia saat ini, pertumbuhan produksi lele (catfish) akuakultur adalah yang paling mencolok. Produksi lele dunia tahun 2008 mencapai 2,78 juta ton, naik 169,9% dibanding 1,03 juta ton tahun 2003, menurut data FAO yang dikutip oleh studi Blue Frontier WorldFish Center. Bagian terbesar produksi lele akuakultur dunia berasal dari kedua kawasan Asia dan Afrika. Dalam periode 2003-2008, produksi lele akuakultur Asia dan Afrika melonjak masing-masing 307% dan 496%. Pertumbuhan produksi lele ini menunjukkan bahwa usaha lele ini semakin diminati dan menjanjikan. Peningkatan produksi ini diduga disebabkan oleh permintaan lele yang terus meningkat sementara penawaran yang ada belum mencukupi. Selain itu, peningkatan produksi ini juga didukung oleh ditemukannya teknik bubidaya yang lebih mudah dan adanya akses informasi yang ada, baik itu pelatihan budidaya maupun informasi lain dari buku atau internet.
  2. Lele sangkuriang II : Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), Kota Sukabumi berhasil mengembangkan lele unggulan yang diberi nama Sangkuriang II. Instansi yang berada di bawah Kementerian dan Kelautan (KKP) tersebut berhasil menemukan varietas ikan lele unggulan, Sangkuriang pada 2004 lalu.  Ikan lele sangkuriang merupakan jenis varietas baru menggantikan lele dumbo. Pada 2012 ini, ikan lele sangkuriang satu pun akan dikembangkan genetiknya agar lebih baik. Proses perbaikan genetik dilakukan dengan menyilangkan pejantan lele Sangkuriang I keturunan ke enam (F6) dengan lele betina keturunan kedua (F2) dari Sungai Nil, Afrika. Hasil perkawinan lele ini dinamai Lele Sangkuriang II. Perkembangan lele terbaru lebih cepat. Produksi ikan lele Sangkuriang I normalnya sekitar 130 hari dengan bobot rata-rata sekitar 250 gram. Sedangkan Sangkuriang II bisa lebih cepat dari itu. Ukuran dan bobot Sangkuriang II bisa lebih besar dari Sangkuriang I. Hal ini dimungkinkan karena induknya yang dari Afrika mempunyai berat hingga tujuh kilogram. Keunggulan lainnya dapat dilihat dari rasa ikan yang lebih nikmat dibandingkan sebelumnya. Hal ini menunjukkan semakin tingginya perhatian terhadap pengembangan komoditas lele, baik dari segi bobot, kecepatan pertumbuhan, maupun daya hidup. Pengembangan lele ini juga didukung oleh kemajuan IPTEK yang semakin pesat. Perbaikan komoditas lele ini akan meningkatkan produktivitas lele dan memberikan keuntungan kepada pengusaha lele.  
  • Penelitian Terdahulu

Lele merupakan komoditi yang memiliki permintaan cukup tinggi untuk jenis ikan yang tergolong ikan air tawar. Permintaan untuk komoditas tersebut selalu meningkat setiap tahunnya. Hal ini dipengaruhi oleh selera masyarakat yang memilih ikan lele sebaagai bahan pangan. Bedasarkan data, untuk wilayah Jakarta,Bekasi, Bogor, Tangerang dan Depok, permintaan untuk lele konsumsi sebesar 75 ton per harinya. (agromedia)

Dengan adanya permintaan yang cukup besar  tersebut , pemerintah melakukan kebijakan yang berupa penetapan Kabupaten Bogor sebagai kawasan Minapolitan budidaya air tawar dengan lele sebagai komoditas utama. Kebijakan tersebut dilakukan guna memenuhi permintaan lele yang besar pada wilayah Jakarta, Bekasi, Bogor, Tangerang, dan Depok. Kebijakan tidak hanya berupa sentralisasi produksi lele tapi juga berupa bantuan subsidi pakan kepada petani lele di Kabupaten Bogor

Subsidi ini diberikan mengingat untuk membesarkan lele dibutuhkan pakan yang banyak. Namun, tingginya harga pakan di tingkat pedagang yang menyulitkan petani lele, terutama petani lele dengan skala usaha yang kecil. Selain bantuan berupa subsidi, bantuan lainnya berupa penetapan harga dasar pemerintah. Penetapan harga pemerintah guna meningkatkan kepastian harga bagi petani lele, dengan tujuan memberikan kesejahteraan bagi petani dalam jangka panjang. (Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan,2011).

  • Teori Terkait

Usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaanya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya. (Prof. Bachtiar Rivai,1980)

Menurut Simanjuntak (1989) dalam Sutrisno (2012), Ikan lele dikenal aktif pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele lebih suka berdiam di dalam lubang atau tempat yang tenang dan aliran air tidak terlalu keras. Ikan lele memiliki kebiasaan mengaduk-aduk lumpur dasar untuk mencari binatang-binatang kecil yang terletak di dasar perairan. Selain itu, ikan lele termasuk hewan kanibal, sehingga jika lele tersebut merasa kelaparan, maka dia akan segera memeangsa lele yang lain.

Menurut Lukito (2002) dalam Sutrisno (2012), ikan lele Sangkuriang dapat hidup di lingkungan yang kualitas airnya sangat jelek. Kualitas air yang baik untuk pertumbuhan yaitu kandungan oksigen sekitar 6 ppm, karbondioksida kurang dari 12 ppm, suhu antara 24°C-26°C, NH3 kurang dari 1 ppm dan cahaya tembus matahari ke dalam air maksimum 30cm.

Analisis Pendapatan Usahatani:

Pendapatan Usahatani = TR-TC

Pendapatan usahatani merupakan selisih total dari penerimaan hasil penjualan produk berupa benih dan lele konsumsi dengan total biaya yang digunakan untuk melakukan kegiatan operasional. (Soekartawi,1986). Analisis ini digunakan untuk melihat pendapatan petani dari aktivitas usahatani yang dilakukannya.

Analisis Anggaran Parsial:

Analisis anggaran parsial dilakukan untuk melihat dampak yang terjadi akibat dilakukannya perubahan baik metode produksi maupun dari sistem serta keorganisasian usahatani. Pendekatan anggaran parsial tidak memerlukan informasi mengenai segi-segi usahatani yang tidak dipengaruhi oleh perubahan yang sedang diamati. Pendekatan ini akan mengarahkan analis pada hasil yang terjadi apabila ada salah satu atau beberapa faktor yang diubah dalam aktivitas usahatani. Misalnya saja dengan penggunaan teknologi produksi tertentu menggantikan tenaga kerja manusia mampu meningkatkan produksi sebesar 50%, Hasil yang didapat dari analisis parsial tersebut akan menjadi referensi bagi petani untuk meningkatkan pendapatan usahatani pada aktivitas usahatani.(Soekartawi, 1986).

 BAB III

PEMBAHASAN

  • Profil Petani
      • Nama Pengusaha                  : Ali
      • Usia                                      : 40 Tahun
      • Jenis Usaha                          : Lele Sangkuriang
      • Lokasi Usaha                       : Kelurahan Situ Gede RW.08 RT.01 Dramaga Bogor
      • Status Kepemilikan Usaha   : Milik Sendiri
      • Status Kepemilikan Tanah   : Sewa
      • Luas Lahan                          : 2000m2

Usaha agribisnis lele ini sudah berjalan selama tujuh bulan. Modal awal dari pendirian usaha ini adalah kurang lebih Rp 25.000.000,00 yang kemudian seiring berjalannya usaha ini modal terus ditambah sesuai kebutuhan. Pekerja yang terlibat dalam bisnis ini sebanyak 3 orang yang diupah bulanan sebesar Rp 1.200.000,00. Terdapat 29 kolam pemijahan dan 10 kolam pembesaran di lahan budidaya ini dengan kapasistas per kolam lebih dari 10.000 lele tiap kolam. Selain usaha budidaya lele, beliau juga menjadi perantara penjualan lele.

Usaha tani atau budidaya lele ini dimulai dengan proses pengawinan beberapa pasang ekor lele, biasanya 12 pasang. Dari perkawinan ini, dalam waktu kurang lebih 24 jam, lele betina sudah dapat menghasilkan ribuan telur dan selanjutnya ribuan telur ini dalam waktu kurang lebih 24 jam juga dapat langsung menetas walaupun jumlah yang menetas tidak menyampai 100%. Selama proses budidaya ini, dibutuhkan waktu selama 15 hari untuk mendapatkan atau memproduksi lele siap jual atau lele berdaging siap olah. Biaya yang rutin dikeluarkan dalam proses ini adalah biaya pakan berupa cacing sutra sebanyak 20 takar dengan harga Rp 9.000,00/takar, ssehingga jika diakumulasikan selama 15 hari, biaya yang dikeluarkan untuk pakan selama satu periode adalah Rp 2.700.000,00 dan jika dalam satu bulan melakukan dua kali periode pemanenan maka biayanya adalah Rp 9.000.000,00 ( (Rp 2.700.000,00×2)+(Rp 1.200.000×3)) tidak termasuk sewa tanah.

Harga lele dewasa berkisar antara Rp 13.000,00 – Rp 14.000,00 per kilogram. Sedangkan untuk bibit ukuran dijual dengan harga Rp 150,00/ekor dan Rp 190,00/ekor untuk ukuran 7-8 cm. Kendala yang dihadapi dalam usaha lele ini adalah sama seperti kendala-kendala pada usaha tani lainnya, yakni cuaca yang tidak menentu yang dapat menyebabkan kematian lele-lele yang ada di kolam. Untuk pendapatan tiap bulan, selama ini masih  belum tercatat dengan baik, sehingga informasi pendapatan per bulan masih belum dapat kami sampaikan dalam laporan pertama kami ini

  • Subsistem Agribisnis Usahatani Lele Pak Ali
    1. Sarana Produksi/ Subsistem Saprotan
    2. Terpal (3 m x 5 m x 0,5 m) *Pembelian dilakukan per Roll, satu roll 200m = Rp 1.600.000 buatan Korea merek Sakura.
    3. Sepatu Boot merek AP Boot Moto : Rp 90.000
    4. Sandal Jepit Merek Sky Way: Rp 10.000
    5. Saringan Ikan: Rp. 20.000
    6. Drum bekas: Rp 30.000
    7. Pakan:
        1. Cacing Sutra Menetas-15 hari
        2. Fenglinol 15-20 hari
        3. Fengli 1 20-30 hari
        4. Prima Feed PF 800 30-40 hari
        5. Prima Feed PF 1000 40-50 hari
        6. 781-1 HiProVita 50-60 hari
    8. Obat-Obatan: Enroflock, tetapi digantikan dengan ramuan alam dengan sari mengkudu ataupun sari daun pepaya yang disiram di kolam lele.
    9. Air dikuras berapa kali/hari: asal tidak bau tidak dikuras
  1. Subsistem Budidaya
  • Penyiapan kolam tempat budidaya ikan lele : Ada berbagai macam tipe kolam  yang bisa digunakan sebagai tempat budidaya ikan lele. Tipe-tipe kolam yang umum digunakan dalam budidaya ikan lele adalah kolam tanah, kolam semen, kolam terpal, jaring apung dan kerambah. Tipe kolam yang dipilih oleh pak Ali adalah tipe kolam terpal untuk pemijahan dan tipe kolam tanah untuk pembesaran. Kolam terpal dipilih pak Ali untuk pemijahan karena, bibit ikan lele yang baru menetas dikhawatirkan akan dimangsa oleh ular atau hewan lain jika langsung ditempatkan di kolam tanah karena ukurannya yang masih kecil.
      • Pengeringan dan pengolahan tanah : Sebelum benih ikan lele ditebarkan, kolam harus dikeringkan telebih dahulu. Lama pegeringan berkisar 3-7 hari atau bergantung pada teriknya sinar matahari. Sebagai patokan, apabila permukaan tanah sudah retak-retak, kolam bisa dianggap sudah cukup kering. Pengeringan kolam bertujuan untuk memutus keberadaan mikroorganisme jahat yang menyebabkan bibit penyakit. Setelah dikeringkan, permukaan tanah dibajak atau dibalik dengan cangkul. Pembajakan tanah diperlukan untuk memperbaiki kegemburan tanah dan membuang gas beracun yang tertimbun di dalam tanah. Selain penggemburan, lakukan pengangkatan lapisan lumpur hitam berbau busuk yang biasanya terdapat di dasar kolam. Karena lumpur hitam tersebut menyimpan gas-gas beracun seperti amonia dan hidrogen sulfida. Gas-gas itu terbentuk dari tumpukan sisa pakan yang tidak habis pada periode budidaya ikan lele sebelumnya.
      • Pengapuran tanah kolam : Pengapuran berfungsi untuk menyeimbangkan keasaman kolam dan membantu memberantas mikroorganisme patogen. Jenis kapur yang digunakan adalah dolomit atau kapur tohor. Pengapuran dilakukan dengan cara ditebar secara merata di atas permukaan dasar kolam. Setelah ditebari kapur, balik tanah dengan cangkul agar kapur meresap ke bagian dalam. Dosis yang diperlukan untuk pengapuran dasar kolam adalah 250-750 gram per meter persegi, atau tergantung pada derajat keasaman tanah. Semakin asam tanah semakin banyak kapur yang dibutuhkan.
      • Pengaturan air kolam : Ketinggian air yang ideal untuk budidaya ikan lele adalah 100-120 cm. Pengisian kolam harus dilakukan secara bertahap. Setelah kolam dikapur, isi dengan air sampai batas 30-40 cm. Selanjutnya, air kolam ditambah secara berkala sesuai dengan pertumbuhan ikan lele sampai pada ketinggian ideal.
  • Pemijahan : Proses pemijahan ini dilakukan pada kolam  berukuran panjang2-3 meter, lebar 1-2 meter dan kedalaman 1 meter. Kolam yang digunakan Ali adalah kolam terpal agar mudah mengawasi telur hasil pembuahan. Sebelumnya kolam harus dikeringkan dan dijemur, kemudian diisi air sedalam 30-40 cm. dengan menggunakan air yang berkualitas baik, bersih dan jernih. Biasanya pak Ali dan karyawannya mulai  memasukan indukan kedalam kolam pemijahan pada sore hari. Biasanya ikan lele akan memijah sekitar pukul 23.00 hingga pukul 05.00. Selama proses pemijahan ikan lele kolam harus ditutup, untuk mencegah induk ikan loncat keluar kolam. Pada pagi hari, biasanya proses pemijahan sudah selesai. Telur yang berhasil dibuahi berwarna transparan sedangkan yang gagal berwarna putih susu. Setelah proses pemijahan selesai, segera angkat induk dari kolam pemijahan ikan lele. Hal ini untuk menghindari telur dimakan oleh induk ikan, karena setelah memijah induk ikan betina akan merasa lapar. Selanjutnya telur yang telah dibuahi ditetaskan. Telur yang telah dibuahi akan menetas dalam 24 jam  dan menjadi larva. Setelah itu pak Ali dan karyawannya segera memiisahkan telur yang gagal atau larva yang mati untuk mencegah tumbuhnya jamur. Larva yang menetas akan bertahan tanpa pemberian makanan tambahan selama 3-4 hari. Selanjutnya lakukan proses pemesaran larva.
  • Pembesaran Lele : Pembesaran larva lele dilakukan di kolam tanah. Dibutuhkan waktu selama 15 hari untuk mendapatkan atau memproduksi lele siap jual atau lele berdaging siap olah. Selama proses pembesaran ini, perawatan yang dilakukan oleh pak Ali dan karyawannya adalah cukup dengan member makan makan lele dan melalakukan penyortiran berdasarkan ukurannya. Jika dalam satu kolam terdapat lele-lele yang berbeda ukuran, maka kemungkinan lele yang berukuran besar untuk memakan lele yang berukuran lebih kecil sangat besar.
  • Pakan : Pakan yang diberikan oleh pak Ali adalah cacing sutra dan suplemen makanan berupa pelet. Untuk pakan berupa cacing sutra, biasanya pak Ali menggunakan  20 takar dengan harga Rp 9.000,00/takar, sehingga jika diakumulasikan selama 15 hari, biaya yang dikeluarkan untuk pakan selama satu periode adalah Rp 2.700.000,00 dan jika dalam satu bulan melakukan dua kali periode pemanenan maka biayanya adalah Rp 9.000.000,00 ( (Rp 2.700.000,00×2)+(Rp 1.200.000×3)). Jadwal pemberian pakan oleh pak Ali dan karyawannya disesuaikan dengan  nafsu makan ikan. Frekuensinya 4-5 kali sehari. Frekuensi pemberian pakan  pada ikan yang masih kecil dilakukanlebih sering. Waktu pemberian pakan dilakukan pak Ali pada pagi, siang, sore dan malam hari. Ikan lele merupakan hewan nokturnal, aktif pada malam hari sehingga pak Ali memberikan pakan lebih banyak pada sore dan malam hari.. pemberian pakan pada waktu yang tepat sangat diperlukan Karena ikan lele mempunyai sifat kanibal, yakni suka memangsa sejenisnya. Apabila kekurangan pakan, ikan-ikan yang lebih besar ukurannya akan memangsa ikan yang lebih kecil.
  • Panen : Untuk mendapatkan lele siap panen, dibutuhkan kurang lebih 15 hari. Biasanya  satu hari (24 jam) sebelum  panen, pak Ali tidak memberikan  pakan agar tidak buang kotoran saat diangkut. Pada saat ikan lele dipanen , pak Ali melakukan sortasi terlebih dahulu untuk misahkan lele berdasarkan ukurannya. Pemisahan ukuran ini berdampak pada harga. Ikan lele yang sudah disortasi berdasarkan ukuran akan meningkatkan pendapatan bagi peternak. Harga lele dewasa berkisar antara Rp 13.000,00 – Rp 14.000,00 per kilogram. Sedangkan untuk bibit ukuran dijual dengan harga Rp 150,00/ekor dan Rp 190,00/ekor untuk ukuran 78 cm.               
  1. Subsistem Pengolahan

Dalam subsistem pengolahan, pak Ali tidak melakakukannya dalam bisnisnya. Beliau hanya menjual lelenya ke pasar atau sesuai dengan pesanan. Beliu tidak tahu pasti lele hasil budidayanya diolah menjadi apa di tangan pembeli di pasar. Namun menurut perkiraan beliau, lele tersebut biasanya diolah menjadi  lauk pauk pendamping nasi yang biasanya di jual di warung makan ataupun diolah sendiri oleh tiap rumah tangga.

Pada umumnya, olahan lele yang sering ditemui di setiap warung adalah dalam menu pecel lele. Pengolahan ikan lele sebelum diolah menjadi ikan lele siap santap adalah  membersihkan bagian dalam lele yang tidak dikonsumsi, selanjutnya lele dicuci dan dibilas sampai bersih kemudian dibumbui dan dioleh berdasarkan keinginan.

  1. Subsistem Pemasaran

Pak Ali menjual ikan hasil budidayanya yang berukuran 10-15 cm  kepada pengepul di Pasar Citereup. Dan baru kemudian dari pengepul dijual ke pengecer, setelah itu dari pengecer dijual ke konsumen rumah tangga/restoran. Untuk ikan lele ukuran 3-5 cm  dijual ke petani pembesaran ikan lele.

  1. Subsistem Penunjang

Pak Ali tidak pernah mengikuti pelatihan maupun pinjaman dari bank. Beliaupun tidak tergabung dalam kelompok tani. Semua usahanya dimulai dengan modal pribadi yang telah dikumpulkannya bertahun-tahun dari pekerjaanya sebagai kontraktor.  Meski sebelumnya, pemerintah menawarkan program bantuan dana dengan syarat Pak Ali harus masuk ke dalam kelompok tani. Akan tetapi Pak Ali menolak, karena beliau menganggap hal tersebut sebagai beban, dan kebebasan Pak Ali dalam berinovasi tertahan oleh syarat-syarat tertentu.

Namun begitu, memang ada lembaga bantuan pemberdayaan masyarakat di Dramaga, Bogor. Koperasi Baitul Maal wa Tamwiil (KBMT) Tadbiirul Ummah adalah salah satunya, tepatnya di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Bogor. Terdapat lima kecamatan yang dilayani yaitu Dramaga, Ciampea, Tenjolaya, Ciomas, dan Bogor Barat. Pasar tradisional yang dijangkau meliputi Pasar Anyar, Pasar Ciampea, Pasar Induk, dan wilayah perdagangan di sekitar Kampus IPB Dramaga. KBMT ini didirikan atas inisiatif beberapa mahasiswa IPB. Seiring dengan berkembangnya layanan, dibentuklah Baytul Maal wat Tamwiil (BMT) dengan dibantu Yayasab PERAMU (Pemberdayaan Mustadhafiin) sebagai pendamping dan inisiator pada tanggal 20 Desember 2005. KBMT tadbiirul Ummah memiliki 20 orang anggota dan modal disetor sebesar sembilan juta rupiah. Sampai dengan akhir tahun 2011, jumlah modal yang dibukukan sebesar 212 juta rupiah, total asset 5,8 miliar rupiah, serta total anggota/mitra layanan pembiayaan dan penyimpanan dana aktif sebanyak 2500 orang.

Untuk pelatihan, di Bogor terdapat beberapa pelatihan yang. tergabung dalam Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Di Dramaga sendiri terdapat lembaga penunjang bernama Kabita. Dikelola oleh Sumantri, lembaga ini memberikan pelatihan pembenihan dan pembesaran ikan lele dan gurame kelas pemula. Letaknya di Perumahan Arta Bina Blok B No. 1 Kampung CIherang RT 05 RW 010, Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

  • Kondisi Lahan dan Sistem Tenaga Kerja
    • Lahan

Lahan merupakan bagian dari permukaan bumi yang digunakan untuk kegiatan produksi bidang pertanian, meliputi tanaman, ternak, dan ikan. Lahan yang digunakan pada usahatani lele milik Pak Ali tergolong lahan tegal dan menggunakan kolam terpal. Lahan ini cocok untuk budiaya lele serta adanya kemudahan akses terhadap sarana/prasarana pendukung usahatani. Lahan seluas 2000 m2 merupakan lahan sewa dengan biaya 8 juta rupiah per tahun. Sampai saat ini, Pak Ali belum memiliki lahan milik sendiri. Dengan demikian, tidak ada fragmentasi lahan. Berikut ini merupakan sumberdaya lahan Pak Ali.

Keterangan Pekarangan Sawah Tegal
Area(ha) Harga (Rp/Ha) Area(ha) Harga (Rp/Ha) Area(Ha) Harga (Rp/Ha)
Milik sendiri yang dikelola
Menyewa
Bagi hasil
Sewa tunai 0,2 8 juta
Gadai
Disewakan
Bagi hasil
Sewa tunai
Gadai
Tanah Desa
Bera
Total 0,2 8 juta

Sejak lahan tersebut disewa 3 tahun yang lalu, Pak Ali hanya membudidayakan komoditas lele. Adapun produktivitas lahan ini adalah 12.500 ekor/2000 m2. Adapun lele yang dibudidayakan saat ini adalah lele sangkuriang karena telurnya lebih banyak sehingga produksinya juga lebih tinggi. Selain itu, untuk meningkatkan produktivitas maka dilakukan pola pembenihan yang kontinyu serta peningkatkan intensitas pembenihan dengan cara perawatan indukan lele secara intensif.

Pola Tanam Per Tahun

Karena yang dibudidayakan pada lahan tersebut adalah hanya lele, maka Indeks Diversifikasi Simpon lahan tersebut adalah 0 yang artinya tidak ada diversifikasi lahan.

  • Tenaga Kerja

Kerja diartikan sebagai daya manusia untuk melakukan usaha atau ikhtiar yang dijalankan untuk menghasilkan barang dan jasa. Fungsi tenaga kerja adalah melakukan kegiatan produksi usahatani. Jenis tenaga kerja pada usahatani terdiri dari tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mesian. Tenaga kerja manusia terbagi menjadi tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita, dan tenaga kerja anak. Sifat tenaga kerja usahatani adalah tidak kontinyu, tidak spesialis, dan tidak mudah dirasionalisasikan. Jenis penggunaan tenaga kerja adalah untuk investasi/jangka panjang, produktif/langsung, dan penunjang/tidak langsung.

Pada usaha lele Pak Ali, tenaga kerja yang digunakan adalah sebanyak 3 orang laki-laki, 1 orang merupakan tenaga keluarga dan 2 orang merupakan tenaga luar keluarga. Sistem bayar tenaga kerja adalah berupa upah bulanan berupa uang tunai sebesar 1,2 juta/bulan. Satuan waktu yang digunakan adalah bulan kerja, dimana satu bulan kerja setara dengan 30 hari kerja, dan satu hari kerja setara dengan 8 jam. Kebutuhan tenaga ini ditentukan oleh luas lahan/kolam, jenis ikan yang dibudidayakan, jenis kolam, proses produksi,, dan pola budidaya. Tenaga kerja ini bersifat tidak kontinyu, tergantung berapa lama usaha lele ini berjalan. Sedangkan jenis penggunaannya adalah produktif/langsung.

Berikut ini merupakan penggunaan tenaga kerja pada usahatani lele Pak Ali berdasarkan aktivitas usaha taninya.

Aktivitas Waktu Kerja (Jam) Hari Kerja (Hari) Asal Tenaga Kerja Sistem Bayar
Dalam Keluarga Luar Keluarga HOK Upah Borongan
L P L P
Pembersihan kolam 2 1 3 0,75
Pembenihan lele
Pemilihan, dan pemberokan induk 0,5 1 1 0,06
Penetasan telur 0,5 1 1 0,06
Sortasi 1 1 2 0,25
Pembesaran lele
Penebaran benih 0,5 1 1 0,06
Pengelolaan air 1 1 2 0,25
Pemberian pakan 0,5 75 1 4,67
Sortasi 1 1 2 0,25
Panen 1 1 3 0,37
Pasca panen
Pengumpulan/pengangkutan 1 1 3 0,37
Sortasi 1 1 3 0,37
7,46 2,5 bulan x 3.600.000 = Rp 9.000.000

Keterangan:

Upah buruh laki-laki per bulan (termasuk nilai makan, rokok, dll) = Rp1.200.000,00 untuk 30 hari/bulan dan 8 jam/hari.

Hari kerja = 8 jam kerja

Bulan = 25 hari kerja

Jumlah tenaga kerja = 3 orang

1 kali produksi = 2,5 bulan

Pengukuran Efisiensi Tenaga Kerja

Unit kerja per orang : Untuk mengukur efisiensi maka hasilnya dapat dibandingkan dengan rata-rata work unit per person di wilayah setempat. Makin tinggi di atas rata-rata, berarti usahatani yang bersangkutan makin efisiensi. Karena kebutuhan PYE standar di wilayah setempat belum diketahui, maka tingkat efisiensi belum dapat diukur.

  • Kondisi Modal dan Manajemen
    • Modal

Modal merupakan barang ekonomi yang dapat digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa. Ada berbagai macam modal dalam usahatani, di antaranya lahan, bangunan, peralatan, mesin, bahan (sarana produksi), uang tunai, piutang, stok produksi, dan tanaman, ternak, atau ikan.

Pada usaha lele pak Ali, modal yang digunakan sepenuhnya merupakan modal sendiri, dengan modal awal sebesar 25 juta rupiah. Keputusan ini diambil karena modal tersebut dirasa cukup. Selain itu, dengan modal sendiri, pak Ali bisa lebih bebas menjalankan usahanya.

Berikut ini tabel penyusutan peralatan yang digunakan dalam usahatani lele.

No. Jenis Alat Jumlah (buah) Nilai Pembelian (Rp) Waktu Pembelian (tahun) Estimasi Umur Ekonomis (tahun) Biaya Penyusutan (Rp)
1. Terpal 28 set 3.080.000 2012 2 1.540.000
2. Pompa Air 1 1.200.000 2012 5 220.000
3. Motor 2 27.000.000 2008 10 2.300.000
4. Mobil 1 55.000.000 2008 10 5.498.000
5. Jaring 1 rol 55.000 2012 1 55.000
6. Serokan 5 125.000 2012 0,25 125.000
7. Drum 12 2.160.000 2012 20 108.000
8. Ember 5 67.000 2012 0,5 67.000
9. Pipa 2” 100 m 3.000.000 2012 10 300.000
10. Pipa 3” 50 m 3.200.000 2012 10 320.000
11. Selang 10 m 65.000 2012 5 13.000
12. Bambu 336 batang 2.688.000 2012 5 537.600
  • Manajemen : Manajemen dapat diartikan sebagai alokasi sumber daya yang langka untuk pemenuhan tujuan manusia di dunia yang ditandai dengan risiko dan ketidakpastian. Fungsi-fungsi manajemen bisnis meliputi:
      • Planning : Perencanaan (planning) bisnis merupakan langkah awal dalam menjalankan bisnis, biasanya terdiri dari apa yang kita lakukan, kapan, dan bagaimana cara lebih jelas mengenai tipe bisnis yang akan dirintis, siapa saja yang akan menjadi pelanggan dan produk atau jasa apa yang kana di tawarkan. Rencana bisnis dikembangkan dengan fokus kepada pemegang kepentingan. Rencana bisnis yang lengkap biasanya termasuk suatu penaksiran lingkungan bisnis, rencana manajemen, rencana pemasaran, dan rencana keuangan.
      • Organizing : Agar usaha dapat berkembang dan dapat bertahan di dalam dunia bisnis dibutuhkan pengorganisasian yang baik. Oleh sebab itu perlu dibentuk struktur organisasi yang baik pula. Struktur organisasi adalah spesifikasi pekerjaan yang dilakukan dengan di dalam organisasi beserta mengkaitkannya pekerjaan satu dengan pekerjaan lainnya. Pada usaha agribisnis lele Pak Ali ini, dipekerjakan 3 orang karyawan dengan pembagian kerja yang belum terlalu spesifik. Satu orang yang telah dilatih bertugas memberi pakan lele, sementara untuk membersihkan kolam, pemanenan, dan lain-lain dikerjakan secara bersama-sama.
      • Actuating : Usaha agribisnis Pak Ali ini sudah dijalankan selama delapan bulan. Modal awal dari pendirian usaha ini adalah kurang lebih Rp 25.000.000,00 yang kemudian seiring berjalannya usaha ini modal terus ditambah sesuai kebutuhan. Pekerja yang terlibat dalam bisnis ini sebanyak 3 orang yang diupah bulanan sebesar Rp 1.200.000,00. Terdapat 29 kolam pemijahan dan 10 kolam pembesaran di lahan budidaya ini dengan kapasistas per kolam lebih dari 10.000 lele tiap kolam. Selain usaha budidaya lele, beliau juga menjadi perantara penjualan lele. Usaha tani atau budidaya lele ini dimulai dengan proses pengawinan beberapa pasang ekor lele, biasanya 12 pasang. Dari perkawinan ini, dalam waktu kurang lebih 24 jam, lele betina sudah dapat menghasilkan ribuan telur dan selanjutnya ribuan telur ini dalam waktu kurang lebih 24 jam juga dapat langsung menetas walaupun jumlah yang menetas tidak menyampai 100%. Selama proses budidaya ini, dibutuhkan waktu selama 15 hari untuk mendapatkan atau memproduksi lele siap jual atau lele berdaging siap olah. Biaya yang rutin dikeluarkan dalam proses ini adalah biaya pakan berupa cacing sutra sebanyak 20 takar dengan harga Rp 9.000,00/takar, ssehingga jika diakumulasikan selama 15 hari, biaya yang dikeluarkan untuk pakan selama satu periode adalah Rp 2.700.000,00 dan jika dalam satu bulan melakukan dua kali periode pemanenan maka biayanya adalah Rp 9.000.000,00 ( (Rp 2.700.000,00×2)+(Rp 1.200.000×3)) tidak termasuk sewa tanah. Harga lele dewasa berkisar antara Rp 13.000,00 – Rp 14.000,00 per kilogram. Sedangkan untuk bibit ukuran dijual dengan harga Rp 150,00/ekor dan Rp 190,00/ekor untuk ukuran 7-8 cm. Kendala yang dihadapi dalam usaha lele ini adalah sama seperti kendala-kendala pada usaha tani lainnya, yakni cuaca yang tidak menentu yang dapat menyebabkan kematian lele-lele yang ada di kolam.
      • Controlling : Pengendalian bisnis adalah suatu kontrol atau usaha yang dilakukan seorang pelaku usaha untuk mengendalikan dan meningkatkan produktivitas perusahaan dari mulai cara kerja, sistem penjualan, maupun sistem lain yang berhubungan dengan perusahaan untuk menghasilkan suatu laba atau manfaat bagi perusahaannya. Pengendalian ini dapat digunakan dengan cara komputerisasi atau menggunakan sumber daya manusia tersedia. Pada usahatani pak Ali ini, kontrol yang dilakukan berupa kontrol terhadap tenaga kerja dan hasil kerjanya, kondisi kolam, kondisi ikan, pakan, dll.
  • Analisis Efisiensi Usahatani
  • Analisis Pendapatan Usahatani
  • Analisis Anggaran Parsial dan Margin Kotor

Fry Counter atau disebut juga alat penghitung bibit ikan menjadi sebuah inovasi dalam dunia perikanan Indonesia. Alat tersebut ditemukan oleh Prof. Dr. Ir. Indra Jaya. M.Sc., Dekan Fakultas Perikanan IPB. Penemuan ini didasari oleh kesulitan pembudidaya pada tahap pasca panen. Pada tahap ini pembudidaya kesulitan dalam menghitung bibit yang dihasilkan dengan tujuan untuk dijual.

Umumnya, ketika pembudidaya akan menjual bibit, mereka menggunakan cara yang tradisional yaitu dengan menggunakan ember atau gayung kemudian ditimbang. Setelah ditimbang(mendapatkan berat tertentu), kemudian pembudidaya menghitung jumlah ikan yang terdapat dalam ember tersebut. Aktivitas ini dilakukan sebanyak tiga kali. Hal ini dilakukan untuk mencari jumlah rata-rata ikan dalam ember yang memiliki berat sama Demikian umumnya pembudidaya menentukan jumlah bibit yang akan dijual.

Metode konvensional yang telah dilakukan selama bertahun-tahun dianggap tidak efisien. Ketidakefisienan ini dilihat dari sisi waktu pengerjaan dan perhitungan yang dianggap tidak akurat. Studi kasus pada pembudidaya ikan patin, pembudidaya memerlukan waktu pengerjaan dua hari untuk 50 ribu ekor ikan yang dihitung dengan tiga sampai empat orang tenaga kerja, rata-rata kerja lima jam per hari. (Senin, 13 September 2010 19:53 WIB antaranews.com)

Tenaga kerja yang digunakan dan waktu yang tersita untuk melakukan penghitungan bibit ketika akan dijual membuat komponen biaya sendiri yang mengurangi pendapatan. Sedangkan tenaga pembudidaya sendiri yang digunakan merupakan biaya yang diperhitungkan karena pembudidaya mungkin tidak pernah menghitung tenaga dirinya sendiri. Berbeda ketika dia membayar tenaga kerja untuk menghitung bibit ikan selama dua hari untuk 50 ribu ekor.

Penemuan Prof. Indrajaya “fry counter” membuat pembudidaya ikan dapat bernafas lega. Berdasarkan hasil uji di lapangan, 50 ekor ikan  dihitung dengan alat tersebut dengan 50 kali pengulangan, didapatkan rata-rata perhitungan 49,29. Berdasarkan perhitungan berarti tingkat akurasi (49,29/50) * 100% = 98,5%. Oleh karena itu alat ini dapat diandalkan untuk kegiatan usaha budidaya benih.

Berdasarkan sumber, alat tersebut memiliki kemampuan untuk menghitung bibit hingga 99.999 ekor. Fry counter, memiliki delapan sensor yang mampu menghitung delapan bibit per detik. Alat ini juga tergolong hemat energi karena untuk mengoperasikannya hanya dibutuhkan 50-60 watt. Apabila mesin tidak dapat berfungsi pada alat terdapat indikator yang menyala. Selain itu, keunggulan lain adalah disain alat yang dapat dibongkar pasang sehingga mudah dipindahkan dan disimpan (frycounter.innov.ipb.ac.id).

Penggunaan alat ini diawali dengan menyambungkannya pada sumber listrik. Setelah alat menyala tunggu sekitar dua menit agar alat berfungsi secara optimal. Kemudian mengambil dengan ember atau baskom bibit ikan yang akan dihitung. Kemudian tuangkan bibit ikan tersebut ke dalam alat, ikan akan masuk ke dalam alat dan kemudian dihitung secara cepat dan ikan yang telah dihitung akan keluar melalui lubang keluar alat. Oleh karena itu, lubang keluar fry counter perlu disiapkan ember untuk menampung ikan yang keluar. Hasil perhitungan akan muncul pada panel layar perhitungan yang terletak pada alat. Menurut Prof Indra Jaya harga alat tersebut akan dipasarkan di kisaran harga Rp 1 – 2 Juta jika alat tersebut dikomersialkan, melihat manfaat dari alat tersebut (Trobos 2008).   

  1. Asumsi Dasar

Berdasarkan landasan teori, fry counter  belum memiliki harga pasaran. Namun diperkirakan harga bila alat dikomersialkan berkisar antara Rp1-2 Juta. Maka diasumsikan untuk harga fry counter adalah Rp 2 juta.

Ketika membeli sebuah barang elektronik tentu barang tersebut memiliki umur ekonomis. Saat ini untuk umur ekonomis dari alat ini memang tidak dijelaskan secara pasti baik pada deskripsi alat maupun literatur. Oleh karena itu diasumsikan umur ekonomis adalah lima tahun.

Asumsi umur ekonomis lima tahun didasari pada pemikiran produk yaitu fry counter  yang terbuat dari serat/fiber dan penggunaan yang bersentuhan langsung dengan air. Penggunaan yang secara terus menerus memungkinkan adanya kebocoran pada alat. Selain itu sensor penghitung bibit, dapat saja mengalami penurunan akurasi sehingga tidak optimal lagi dalam menghitung. Atas dasar pemikiran tersebut maka umur ekonomis alat diasumsikan lima tahun.

Setelah mengasumsikan umur ekonomis, perlu ditentukan pula penyusutan per tahunnya. Diketahui harga alat Rp 2 juta dengan umur ekonomis lima tahun. Diasumsikan penyusutan alat dengan metode garis lurus yang mana menunjukkan besar penyusutan alat adalah sama tiap tahunnya. Dengan membagi harga Rp 2 juta dengan lima tahun maka didapat penyusutan per tahunnya Rp 400.000.

Biaya yang meningkat apabila menggunakan fry counter adalah biaya listrik. Alat dalam pengoperasiannya menggunakan daya 50-60 watt. Bila diasumsikan penggunaan daya adalah 60 watt. Kemampuan alat ini adalah mampu menghitung delapan bibit per detik. Misal, Pak Ali ingin menjual bibit sebanyak 50 ribu ekor maka waktu yang diperlukan ( = 6250 detik). Apabila dikonversi ke dalam menit yaitu 104,17 menit atau setara dengan 1 jam 44,17 menit.

Biaya listrik dapat dihitung dengan perhitungan fisika. Contoh kasus: misal Pak Ali pada suatu hari hendak menjual bibitnya sebanyak 50 ribu ekor. Sudah pasti beliau membutuhkan waktu sebanyak 6250 detik untuk menyelesaikan perhitungan dengan alat. Diasumsikan penggunaan daya adalah 60 watt dan harga per kwh yang berlaku untuk pengguna daya 2200 VA yaitu Rp 1.004 per kwh (PLN, 1 Oktober 2013).

Jumlah bibit= 50.000 ekor

Waktu yang dibutuhkan = 6250 detik

Daya yang digunakan= 60 watt

Harga per kwh= Rp 1.004

Biaya listrik per 50 ribu bibit= Rp 1004/kwh X 0,052085 kwh

= Rp 52, 29334 (Lima puluh dua rupiah)

Dibandingkan dengan menghitung secara manual yang mana pada literatur disebutkan untuk menghitung 50 ribu dalam waktu dua hari dengan tiga sampai empat tenaga kerja yang rata-rata bekerja lima jam per hari. Dengan asumsi biaya tenaga kerja per orang per lima jam kerja adalah Rp 10.000 maka dikalikan empat orang yaitu Rp 40.000 per hari. Sedangkan waktu yang diperlukan menghitung 50 ribu bibit adalah dua hari maka untuk dua hari pembudidaya akan mengeluarkan biaya Rp 80.000. Perbedaan biaya antara menggunakan alat dengan tidak menggunakan alat terlihat sangat signifikan. Bila diubah dalam bentuk presentase maka biaya yang dihemat dengan menggunakan alat (per 50 ribu bibit lele) adalah 1.529, 83 %

  1. Angaran Parsial Untuk Pembelian Sebuah Fry Counter

Perubahan yang ditinjau: Penggunaan Fry counter, dibeli dengan tujuan dapat menghemat biaya kerja dan menekan kerugian akibat perhitungan bibit yang kurang tepat akibat akurasi perhitungan yang lemah sehingga keuntungan meningkat. Selain itu Pak Ali akan mendapatkan penghasilan tambahan jika alat ini disewakan kepada pembudidaya lain.(pembelian dilakukan secara tunai)

Tanggal                               :Desember 2013

Tabel Anggaran Parsial Untuk Pembelian Sebuah Fry Counter 

Kerugian Rp Keuntungan Rp
Biaya Tambahan: Biaya yang dihemat
-Penyusutan

= Rp 2juta/5 tahun

400.000

per tahun

3)Menyewa tenaga kerja

 

5.760.000

per tahun

–  1)Penggunaan listrik

 

 

3.765,12048

per tahun

4)Penghasilan Tambahan

 

840.000

per tahun

2)Penghasilan yang hilang 2000.000
Kerugian Total 2.403.765,12048 Keuntungan Total 6.600.000
Keuntungan Tambahan = 6.600.000-2.403.765,12048 = + 4.196.234,88

 1) Penggunaan listrik setahun, asumsi: dalam 1 bulan (30 hari) digunakan setiap lima hari 1 kali untuk 50 ribu bibit, maka penggunaan 6 kali dalam sebulan. Berarti dalam setahun setara dengan 12 bulan x 6 = 72 penggunaan.

Untuk 50 ribu bibit, biaya listrik= Rp 52,29334

Dalam satu tahun= 72 x Rp 52, 29334 = Rp 3.765,12048

2)Penghasilan yang hilang disebabkan pembelian tunai alat hitung bibit

3)Tenaga Kerja, dihitung dalam waktu satu tahun.Asumsi dalam satu bulan Pak Ali melakukan enam kali panen bibit lele (50 ribu ekor). Panen dilakukan setiap lima hari sekali. Untuk setiap pemanenan Pak Ali menggunakan tenaga kerja empat orang. Setiap orang(1HOK=5 jam) dengan penghasilan per orangnya Rp 10.000. Total per hari Rp 40.000. Untuk menghitung 50 ribu bibit lele dibutuhkan dua hari sehingga total Rp 80.000

Dua hari Rp 80.000.

Satu bulan(Hanya 6 kali panen dalam 1 bulan)= Rp 80.000 x 6 =Rp 480.000

Satu tahun= Rp 480.000 x 12 = Rp 5.760.000

Biaya yang dihemat Rp 5.760.000

4)Penghasilan Tambahan, asumsi: Dalam penggunaan alat tersebut hanya digunakan dalam lima hari sekali. Berarti ada waktu dimana alat itu tidak digunakan (idle). Jika Pak Ali menyewakan empat hari sekali dalam waktu satu bulan (30 hari) dengan Rp 10.000/hari kepada pembudidaya lain maka akan didapatkan penghasilan tambahan,

1 bulan= 30 hari

Menyewakan= 4 hari sekali

Dalam 1 bulan, dapat menyewakan= 30 hari/4 = 7,5 kali  7 kali (dibulatkan ke bawah)

Penghasilan tambahan 1 bulan= 7 x Rp 10.000 = Rp 70.000

Dalam 1 tahun= 12 x Rp 70.000 = Rp 840.000

  1. Analisis Marjin Kotor (Perhitungan selama 1 masa produksi = 2,5 bulan)

Marjin Kotor Sebelum Menggunakan Alat Penghitung Benih Lele

Deskripsi Anggaran Harga Jumlah Total (Rp)
1 Penjualan Benih 200 80.000 16000000
2 Siap konsumsi 12.500 18125000
Penerimaan 34125000
2 Indukan 135000
3 pakan 770000
4 Tenaga Kerja 1200000 6000000
5 Sewa lahan 3200000
6 Obat-obatan 150000
7 Operasional Lain 1400000
Biaya Tunai 11655000
Marjin Kotor 22470000

Marjin Kotor Setelah Penggunaan Alat Penghitung Benih Lele

No Deskripsi Anggaran Harga Jumlah Total
1 Penjualan Benih 200 80000 Rp16.000.000
2 Siap konsumsi 12500 Rp18.125.000
3 Penyewaan Alat Rp840.000
Penerimaan Rp34.965.000
4 Indukan Rp135.000
5 Pakan Rp770.000
6 Tenaga Kerja Rp4.800.000
7 Sewa lahan Rp3.200.000
8 Listrik Rp784
9 Obat-obatan Rp150.000
10 Operasional Lain Rp1.400.000
Biaya Tunai Rp10.455.784
Marjin Kotor Rp24.509.216

Analisis Marjin :

Kerugian : Marjin Kotor yang hilang sebelum penggunaan alat = Rp 22.470.000

Keuntungan : Tambahan Marjin Kotor setelah penggunaan alat = Rp24.509.216  Tambahan Keuntungan = Rp24.509.216  – Rp 22.470.000 = Rp2.039.216

          Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis anggaran parsial menunjukkan bahwa perubahan metode perhitungan bibit berimplikasi pada peningkatan penghasilan Pak Ali sebagai pembudidaya lele. Hal ini disebabkan oleh biaya tenaga kerja yang mampu dihemat setelah penggunaan alat fry counter dalam menghitung bibit yang akan dijual (50 ribu bibit, dengan asumsi satu periode/satu tahun). Selain biaya tenaga kerja yang dihemat, Pak Ali juga dapat menambah keuntungan dari menyewakan alat tersebut ketika sedang tidak digunakan. Dengan demikian dalam satu tahun Pak Ali mampu mendapatkan keuntungan tambahan sebesar Rp 4.196.234,88.

Berdasarkan hasil analisis marjin kotor, usaha pembenihan lele sangkuriang pak Ali akan mendapatkan tambahan keuntungan sebesar Rp2.039.216 selama 2,5 bulan atau setara dengan Rp9.788.237 selama satu tahun jika menggunakan alat penghitungan benih lele.

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. http://www.statistik.kkp.go.id. [Internet]. (1 Maret 2013).

Mahyuddin, Kholish. 2008. Panduan Lengkap Usaha Tani Lele. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rachman, Taufik. 2012. Sangkuriang II, Bakal Gusur Popularitas Lele Dumbo?. http://www.republika.co.id/berita/trendtek/sains/12/02/05/lywoxo-sangkuriang-ii-bakal-gusur-popularitas-lele-dumbo. [Internet]. (1 Maret 2013).

Raharjo. 2012. Produksi Lele Akuakultur Melonjak. http://raharjo-s.blogspot.com/2012/02/produksi-lele-akuakultur-melonjak.html. [Internet]. (1 Oktober 2013).

Antaranews.com(Senin, 13 September 2010 19:53 WIB) IPB TemukanTeknologi Hitung Cepat Benih Ikan.

Frycounter.Innov.ipb.ac.id – Fry Counter (Penghitung Benih Ikan Kecepatan dan Akurasi Tinggi) | Hitung Si Perenang!

Soekartawi, John L.Dillon, J.Brian Hardaker, A.Soeharjo. 1986. Ilmu Usahatani Dan Penelitian Untuk Perkembangan Petani Kecil. Jakarta: UI Press.